Dugaan Kekerasan Seksual, Wali Kota: Belum Bisa Komentar
Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Fernan Rahadi
Wali Kota Batu, Dewanti Rumpoko. | Foto: dok. Istimewa
REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko belum bisa berkomentar lebih lanjut terkait kasus kekerasan di sekolah berinisial SPI. Pasalnya, Dewanti dan jajarannya belum bertemu dengan korban maupun pihak sekolah.
"Sehingga saya tidak bisa berbuat apa-apa selain berdoa semoga masalah ini bisa terselesaikan dengan baik," kata Dewanti kepada wartawan di Kota Batu, Senin (31/5).
Dewanti tak menampik sempat berkomunikasi dengan Komnas Perlindungan Anak (PA). Lembaga tersebut belum mengizinkannya bertemu dengan pelapor sekaligus korban kekerasan. Hal ini karena yang bersangkutan masih dalam perlindungan lembaga.
Sementara untuk pertemuan dengan SPI, kata Dewanti, mereka masih ada tugas ke luar kota. "Jadi sama sekali tidak bisa ditemui. Mudah-mudahan hari ini bisa ditemui dan bisa berkomunikasi," jelasnya.
Sebelumnya, Komnas PA mendatangi Mapolda Jawa Timur untuk melaporkan kasus dugaan kekerasan seksual, kekerasan fisik dan verbal, serta eksploitasi ekonomi terhadap puluhan anak yang dilakukan salah satu pemilik sekolah di Kota Batu. Ketua Umum Komnas PA Arist Merdeka Sirait turun langsung melapor ke Polda Jatim di Surabaya didampingi Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Batu MD Furqon serta tiga korban kekerasan seksual, Sabtu (29/5).
"Ini menyedihkan karena ini adalah sekolah yang dibanggakan oleh Kota Batu dan Jatim, tapi ternyata menyimpan kejahatan luar biasa hingga bisa mencederai dan menghambat anak-anak untuk tumbuh dan berkembang dengan baik," kata Arist kepada wartawan usai membuat laporan.
Sekolah yang dimaksud oleh Arist berinisial SPI, yakni sekolah ternama yang gratis bagi anak-anak kurang mampu dan yatim piatu di Kota Batu. Sementara, pihak dilaporkan oleh Arist adalah pemilik SPI berinisial JE yang diduga melakukan kekerasan seksual, fisik, verbal, dan eksploitasi anak-anak.
"Ternyata di sana tersimpan kasus-kasus kejahatan seksual yang dilakukan oleh pemilik SPI. Dia melakukan kejahatan seksual terhadap puluhan anak-anak pada masa bersekolah di situ antara kelas 1, 2, dan 3 sampai pada anak itu lulus dari sekolah masih mengalami kejahatan seksual," ucapnya.