Dalam pidato Memorial Day, Presiden AS Joe Biden memberikan pembelaannya atas demokrasi AS yang belum sempurna dan berjanji untuk terus berjuang.
Bertempat di Pemakaman Nasinal Arlington, Biden membahas soal hak memilih, kebebasan berpendapat, dan upaya untuk memperbaiki disparitas ekonomi dan rasial di AS. Ia memperingatkan bahwa demokrasi di AS dan dunia sedang "dalam bahaya" dalam menghadapi kekuatan otokratis. Namun, dia tidak menjelaskan lebih lanjut kekuatan yang dimaksud.
"Demokrasi lebih dari suatu bentuk pemerintah, itu menjadi jalan, menjadi cara melihat dunia. Demokrasi adalah pemerintahan rakyat," kata Biden, Senin (31/05).
"Perjuangan untuk demokrasi sedang berlangsung di seluruh dunia - demokrasi dan otokrasi. Perjuangan untuk kebaikan, martabat, kebaikan yang sederhana," lanjutnya.
Lebih lanjut Biden mengatakan bahwa sedikitnya 7.036 pasukan AS gugur dalam konflik di Irak dan Afganistan. Mereka melayani cita-cita Amerika Serikat dan demokrasi sebagai semangat pemerintahan. "Mereka hidup untuk itu, mereka mati untuk itu," katanya.
Sebelumnya, Biden telah mengumumkan rencana untuk menarik pasukan AS dari Afganistan tahun ini. Dalam kesempatan ini dia juga menyebut Cina dan Rusia sebagai pemerintahan otokratis yang jadi tantangan besar yang dihadapi AS.
Biden turut serta dalam peringatan tragedi Tulsa
Joe Biden diagendakan turut hadir dalam peringatan salah satu tragedi paling gelap dalam sejarah AS, yakni peringatan 100 tahun tragedi pembantaian ras di di Tulsa, Oklahoma, pada tahun 1921.
Biden akan memperingati tewasnya lebih dari 300 orang kulit hitam yang dibunuh orang kulit putih. Mereka yang selamat dari penyerangan ditahan di kamp interniran di bawah pengawasan Garda Nasional.
Pasca-pembantaian tersebut, orang kulit putih menjarah dan membakar distrik Greenwood, tempat bermukim komunitas kulit hitam di AS pada saat itu. Peristiwa ini dikenal pula sebagai "Black Wall Street".
Biden pun akan jadi presiden pertama yang turut serta dalam peringatan ini.
rap/hp (Reuters, AP)