REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Seruan meningkat agar Kanselir Austria Sebastian Kurz menarik 'peta Islam' yang kontroversial yang menunjukkan lebih dari 620 masjid dan asosiasi Islam di seluruh negeri. Dewan Eropa bahkan menyebutnya sangat diskriminatif.
Dilansir dari Turkish Radio and Television (TRT World), publikasi peta itu dinilai memusuhi Muslim dan berpotensi kontraproduktif. Hal ini dikatakan Badan Hak Asasi Manusia (HAM) Eropa tertinggi dalam sebuah pernyataan, Senin (31/5).
Menurut badan tersebut, melawan ekstremisme dan ideologi yang menyebarkan narasi berbahaya dengan kedok kebebasan beragama memang tugas keamanan nasional. Tetapi peta itu diduga menyajikan kebencian dan banyak Muslim merasa itu sangat diskriminatif. "Mereka merasa terstigmatisasi dan terancam keamanan mereka dengan publikasi alamat dan rincian lainnya," jelas pernyataan tersebut.
Pekan lalu, Kementerian Integrasi Austria meluncurkan situs web yang memberikan rincian tentang 620 masjid dan asosiasi Islam di negara itu, dengan lokasi, alamat, dan nama pejabat. Menteri Susanne Raab membela publikasi tersebut, dengan mengatakan tujuannya adalah untuk melawan ideologi politik dan bukan agama.
Tetapi organisasi Muslim lokal menuduh pemerintah menstigmatisasi sekitar 800 ribu populasi Muslim di negara itu sebagai potensi bahaya bagi masyarakat. Mereka mengancam akan mengajukan gugatan terhadap Kanselir Kurz.
Kurz telah berjanji untuk mengkriminalisasi 'politik Islam' melalui undang-undang. Namun, undang-undang anti-teror yang kontroversial telah mencabut istilah "Islam politik" dengan "ekstremisme yang dimotivasi secara religius."
Gugatan terhadap pemerintah
Sementara itu, sebuah kelompok Muslim terkemuka di Austria berencana menggugat pemerintah. Publikasi semua nama, fungsi, dan alamat lembaga dan lembaga Muslim, telah dinilai melampaui batas.
Sementara itu, Komunitas Agama Islam di Austria, yang mewakili kepentingan Muslim di Austria, memperingatkan agar tidak menstigmatisasi semua Muslim yang tinggal di Austria sebagai potensi bahaya bagi masyarakat dan tatanan hukum yang demokratis di negara itu.
"Kampanye ini disebut memicu rasisme dan menghadapkan warga Muslim pada risiko keamanan besar-besaran," kata organisasi tersebut.