Selasa 01 Jun 2021 20:00 WIB

Erick Thohir Angkat Bicara Soal Relevansi Ibu Kota Baru  

Erich Thohir menilai keputusan ibu kota baru tepat menyikapi lonjakan penduduk

Menteri BUMN Erick Thohir, menilai keputusan ibu kota baru tepat menyikapi lonjakan penduduk
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Menteri BUMN Erick Thohir, menilai keputusan ibu kota baru tepat menyikapi lonjakan penduduk

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Menteri BUMN, Erick Thohir, angkat bicara mengenai rencana Ibu Kota Baru atau IKN dikaitkan dengan penambahan penduduk Indonesia yang terus terjadi.

"Saya salut kepada bapak Presiden Joko Widodo mengenai Ibu Kota Baru, mengapa? Penambahan jumlah penduduk Indonesia sangat cepat. Sebanyak 50 juta penambahan penduduk di Indonesia mau ke mana? Mau ke Jakarta lagi? Mau ke Bandung lagi atau kota besar lainnya? Tidak bisa!" ujar Erick Thohir seperti dikutip dalam wawancara di sosial media di Jakarta, Selasa.

Baca Juga

Erick mengatakan, ada dua teori terkait upaya untuk mengatasi pertambahan jumlah penduduk tersebut yang dilakukan dua negara berbeda. Pertama, Amerika Serikat, bagaimana kota-kota kecil dan desa-desa di negara itu ditumbuhkan ekonominya. Kampus Columbia University sendiri berdiri di sebuah desa atau kota kecil, bukan di kota besar. Sementara, China memiliki cara lain yaitu membangun kota-kota baru di negaranya.

Menurut Erick, kedua cara ini adalah pilihan. Lalu apakah Indonesia harus seperti China yang gencar membangun semua ibu kota baru dan kota-kota baru? Indonesia belum tentu kuat dalam hal anggarannya.

"Jadi pilihannya, tentu kita harus menumbuhkan sebuah ibu kota baru, tetapi titik-titik pertumbuhan di desa-desa dan kota-kota kecil di wilayah lainnya harus ikut ditumbuhkan juga supaya terjadi keseimbangan. Jadi keseimbangan itu penting," kata Erick Thohir.

Dia juga menambahkan, saat ini rakyat Indonesia bertanya kepada generasi mudanya, sebagian besar dari mereka belum tentu mau tinggal di Jakarta. Umumnya, hanya mau tinggal di Jakarta kalau ada peluang.

Terkait dengan transportasi kendaraan di kota-kota besar, Erick juga memberikan contoh lainnya bahwa kota London sendiri sudah memutuskan bahwa kendaraan publik itu harus kendaraan listrik pada 2027.

Kemungkinan nantinya akan ada negara besar di mana mobilnya sudah nirkemudi atau autonomous, tidak pakai sopir."Namun apakah karena hal itu kita langsung menyerah dan memilih tetap menggunakan kendaraan bensin, padahal ketersediaan bensin akan menurun ke depannya. Perubahan ini harus terjadi," ujar Erick.     

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement