REPUBLIKA.CO.ID, TELAVIV -- Pandemi corona secara global menghantam banyak negara, termasuk dalam sektor ekspor alat pertahanan atau senjata. Namun hal ini tidak berdampak bagi Israel yang menghasilkan lebih dari Rp 118 triliun Pada 2020 lalu.
Jumlah tersebut merupakan peningkatan 15 persen dalam jumlah perjanjian yang ditandatangani dibandingkan dengan 2019 yang menghasilkan lebih dari Rp 100 triliun. Angka ini juga merupakan capaian tertinggi kedua setelah 2017 yang mencapai lebih dari Rp 129 triliun.
“Peningkatan ekspor pertahanan pada puncak pandemi global merupakan pencapaian yang signifikan,” kata Kepala SIBAT, Divisi Kerjasama Ekspor dan Pertahanan Kementerian Pertahanan Israel, Yair Kulas, dilansir dari Jerusalem Post, Selasa (1/6).
Dia juga menambahkan bahwa Israel tetap berada di 10 besar eksportir pertahanan dunia. Sementara Menteri Pertahanan Benny Gantz mengatakan industri Israel telah membuktikan bahwa mereka adalah salah satu perusahaan terkemuka dunia. Baik dalam kualitas maupun kemajuan teknologi bahkan selama tahun krisis global. Kementerian, lanjutnya, telah bekerja secara intensif untuk memperdalam kesepakatan pemerintah yang akan terus dilakukannya
Kulas mengatakan, meski menghadapi tahun yang penuh tantangan, ada peningkatan signifikan dalam jumlah transaksi yang ditandatangani pada 2020. Terutama kontrak antar pemerintah yang telah ditandatangani.
Dia menghubungkan peningkatan dengan pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan militer oleh industri pertahanan Israel. Ia juga menekankan bahwa SIBAT (unit ekspor militer Kementerian Pertahanan) akan terus melakukan apa yang diperlukan untuk mendukung industri Israel. "Juga untuk memperdalam dan memperluas kerjasama Israel dengan mitra kami di seluruh dunia," katanya.
SIBAT mengklaim bahwa negaranya telah menjadi salah satu pemimpin dunia selama bertahun-tahun terkait produksi alat pertahanan. Industri pertahanan Israel dikatakan telah memimpin perusahaan internasional dan mengekspor ke negara-negara di seluruh dunia.
Menurut SIBAT, pada 2020 perusahaan Israel mengekspor antara lain Radar dan Electronic Warfare (16 persen), amunisi dan persenjataan (16 persen), pesawat berawak dan avionik (13 persen), observasi dan optronik (13 persen), rudal, roket, dan sistem pertahanan udara (10 persen), stasiun senjata dan peluncur (8 persen), C4I dan sistem komunikasi (8 persen), sistem drone dan UAV (6 persen), intelijen, sistem informasi dan siber (5 persen), kendaraan dan APC (3 persen), jasa dan lainnya (2 persen).
Distribusi ekspor pertahanan Israel terbesar berada di Asia Pasifik dengan 44 persen (41 persen dari tahun sebelumnya). Diikuti oleh Eropa dengan 30 persen (meningkat dari 26 persen), Amerika Utara dengan 20 persen (menurun dari 26 persen pada 2019), Afrika dengan empat persen dan Amerika Latin pada 2 persen (menurun dari 4 persen). "Dengan penandatanganan Kesepakatan Abraham, ada "potensi besar" untuk kesepakatan dengan negara-negara Teluk," kata Kulas.
Menurut Gantz, Israel memiliki pasar baru dan peluang signifikan untuk pembangunan yang akan berkontribusi dan menyuntikkan miliaran ke ekonomi lokal, membawa pekerjaan baru, dan berkontribusi pada keamanan Israel. “Seluruh pembentukan pertahanan dan SIBAT akan terus mengambil semua langkah yang diperlukan untuk mendukung industri lokal. Sambil berinvestasi di pinggiran Israel dan berkontribusi pada ketahanan Negara Israel,” katanya.
Gantz mengatakan penting bahwa Israel tidak menjual senjata yang dapat dijual kembali dan digunakan untuk melakukan genosida atau pelanggaran hak asasi manusia lainnya. "Kebijakan kami adalah memastikan bahwa apa yang kami jual tidak pernah membahayakan keamanan kami dan kami tidak menjual kepada mereka yang tidak memenuhi standar moral Negara Israel," katanya.
Meski demikian, Israel telah memberikan senjata ke beberapa negara yang dituduh melakukan pelanggaran HAM. Salah satu negara yang dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia adalah Azerbaijan, adalah pelanggan utama Israel. Menurut data yang dikumpulkan oleh Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), Israel adalah pemasok senjata utama ke Azerbaijan selama lima tahun terakhir dengan penjualan lebih dari Rp 10 triliun. Pembelian dari Israel merupakan 60 persen dari impor senjata Azeri dari 2016-2020.
Awal tahun ini pertempuran antara Azerbaijan dan Armenia di wilayah Nagorno Karabakh yang diperebutkan, menyaksikan pasukan Azeri menggunakan munisi tandan dan drone kamikaze seperti Harop buatan Israel melawan pasukan Armenia.