REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Departemen Politik DPP PKS, Nabil Ahmad Fauzi menyoroti soal munculnya pertanyaan yang dianggap membenturkan antara agama Islam dan Pancasila dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diakui dibuat oleh Badan Kepegawaian Nasional (BKN). Dirinya menilai ada pihak yang ingin membenturkan antara agama dengan Pancasila.
"Kasus TWK BKN di KPK ini patut dicurigai adanya penyusup yang ingin selalu membenturkan antara agama dan Pancasila serta konstitusi kita," kata Nabil, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/6).
Nabil mengatakan, bagi PKS kejadian ini sangat ironis. Hal tersebut mengingat pemerintahan Presiden Jokowi selama ini terkesan sangat serius untuk mengokohkan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Mulai dari menetapkan 1 Juni sebagai Hari Lahirnya Pancasila, kemudian membentuk BPIP sebagai lembaga yang fokus menangani ideologisasi Pancasila, serta merumuskan RUU HIP yang kini berganti menjadi RUU BPIP," ujarnya.
Dikatakan Nabil, bangsa Indonesia sudah sepakat bahwa Pancasila merupakan konsensus nasional. Pancasila juga telah disepakati sebagai dasar negara serta landasan filosofis dalam berbangsa dan bernegara yang menjadikan Ketuhanan yang Maha Esa sebagai sila pertamanya serta jaminan beragama dalam konstitusi kita.
"Oleh karena itu, PKS mendorong untuk dilakukan evaluasi mendalam serta penyusunan ulang terhadap TWK dari BKN yang tidak keluar dari dasar dan pilar kebangsaan kita yakni Pancasila, UUD NRI 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI," tegasnya.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pernah menegaskan, pimpinan lembaga antirasuah tidak ada yang mengetahui materi pertanyaan TWK. Ghufron mengaku hal tersebut dilakukan untuk menjaga objektivitas tes yang dimaksud.
"Ada pertanyaan juga, KPK pimpinannya tidak tahu dengan pertanyaan TWK? Memang kami tidak tahu dan tidak mau tahu, itu untuk menjamin objektivitas," kata Nurul Ghufron di Jakarta, Kamis (27/5).
Ghufron mengatakan, KPK menyerahkan isi materi TWK kepada pihak ketiga, dalam hal ini Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB). Dia melanjutkan, tes akan kehilangan objektivitas jika pimpinan KPK masuk ke dalam penyusunan materi,
"Kalau kami masuk, kami kehilangan objektivitas, seakan-akan kami mengintervensi tentang materi maupun metodenya," ujarnya.
Seperti diketahui, TWK diikuti 1.351 pegawai KPK sukses menyingkirkan 75 pegawai berintegritas semisal penyidik senior, Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono dan Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid. Mereka dinyatakan TMS berdasarkan tes tersebut.
Dalam perkembangannya, hasil koordinasi KPK, BKN, Kemenpan RB, Kemenkumham, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Lembaga Administrasi Negara (LAN) menyatakan bahwa 51 dari 75 pegawai itu dinyatakan tidak lulus semenetara 24 sisanya dapat dibina lebih lanjut sebelum diangkat menjadi ASN.