REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan akan menamakan varian Covid-19 dengan alfabet Yunani. Langkah itu dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman dan stigma negara pertama kali varian tersebut terdeteksi.
Sistem baru ini berlaku pada empat varian yang paling mengkhawatirkan yang menyebar di masyarakat serta varian tingkat kedua yang sedang dilacak.
"Meski mereka ada manfaatnya, nama-nama ilmiah sulit untuk diucapkan dan ingat dan rentan pada salah laporan," kata WHO dalam pernyataannya, seperti dikutip Aljazirah, Rabu (2/6).
"Hasilnya masyarakat kerap menyebut varian dengan nama tempat di mana varian tersebut terdeteksi, yang mana menanamkan stigma dan diskriminasi," ujar WHO menambahkan.
Varian Covid-19 pertama yang masuk kategori mengkhawatirkan dan terdeteksi pertama kali di Inggris yang sebelumnya dikenal B.1.1.7 kini disebut varian 'alpha'. Sementara, varian kedua yang pertama kali muncul di Afrika Selatan dan dikenal B.1.351 kini dinamakan varian 'beta'.
Varian ketiga yang pertama kali terdeteksi di Brasil kini dinamakan varian 'gamma' dan varian yang terdeteksi di India dinamakan varian 'delta'. Varian baru pada masa depan yang berstatus 'mengkhawatirkan' akan dinamakan dengan huruf Yunani.
"Label-label ini tidak mengganti nama ilmiah yang sudah ada, yang memberikan informasi ilmiah penting dan akan terus digunakan dalam penelitian," cicit pemimpin teknis WHO Maria Van Kerkhove.
"Label-label ini akan membantu diskusi masyarakat mengenai VOC/VOI karena sistem penomoran sulit diikuti," katanya menambahkan.
Dalam pernyataannya, WHO mendorong media dan otoritas negara untuk mengadopsi sistem baru. Pada awal bulan ini, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menandatangani undang-undang kejahatan kebencian yang bertujuan melindungi komunitas Asia-Amerika dari kekerasan yang melonjak drastis sepanjang Covid-19.
Kelompok anti-ekstremis AS mengatakan angka serangan dan kejahatan kebencian terhadap masyarakat Asia-Amerika meledak sejak awal pandemi. Mereka menilai hal itu disebabkan mantan presiden Donald Trump yang berkali- kali menyebut Covid-19 sebagai 'virus China'.
Pakar bakteri yang terlibat dalam pembahasan sistem penamaan baru ini, Mark Pallen, mengatakan, proses untuk memutuskan menggunakan huruf Yunani membutuhkan waktu berbulan-bulan. Awalnya, para pakar mempertimbangkan nama Dewa Yunani atau menemukan nama-nama pseudoklasik.
Namun, nama-nama tersebut sudah digunakan untuk nama merek, perusahaan, atau alien. Usulan menyebut varian Covid-19 dengan VOC1, VOC2, dan berikutnya dibatalkan karena serupa dengan sumpah serapah dalam bahasa Inggris.
Biasanya nama virus dinamakan dengan nama lokasi tempat pertama kali virus tersebut muncul. Seperti virus Ebola yang namanya diambil dari sungai di Kongo.
Tapi, penamaan dengan sistem ini dapat merusak citra tempat dan kerap tidak akurat. Seperti menyebut 'flu Spanyol' yang asal-usulnya belum diketahui.