REPUBLIKA.CO.ID, BAMAKO -- Uni Afrika telah menangguhkan keanggotaan Mali sebagai tanggapan atas kudeta militer yang terjadi pekan lalu di negara itu dan mengancam untuk menjatuhkan sanksi jika pemerintah yang dipimpin sipil tidak dipulihkan. Keputusan itu disampaikan oleh Uni Afrika dalam sebuah pernyataan pada Selasa (1/6).
Militer Mali menangkap Presiden sementara Bah Ndaw dan Perdana Menteri Moctar Ouane pekan lalu dan menekan mereka untuk mengundurkan diri. Langkah militer itu menggagalkan transisi Mali menuju pemilihan demokratis setelah kudeta militer lainnya pada Agustus lalu menggulingkan pemerintahan sebelumnya.
Mantan wakil presiden Assimi Goita, seorang kolonel yang memimpin kudeta pada Agustus dan pemberontakan pekan lalu, dinyatakan sebagai presiden pada Jumat (28/5). Uni Afrika menyerukan "pengembalian tanpa hambatan, transparan, dan cepat ke transisi yang dipimpin sipil ... jika gagal, Dewan tidak akan ragu untuk menjatuhkan sanksi yang ditargetkan," kata Dewan Perdamaian dan Keamanan Uni Afrika.
Para negara tetangga Mali dan kekuatan internasional khawatir pemberontakan terbaru akan membahayakan komitmen untuk mengadakan pemilihan presiden pada Februari dan merusak perjuangan regional melawan kelompok garis keras Islam, yang beberapa di antaranya berbasis di gurun utara Mali.
Kelompok regional Afrika Barat ECOWAS juga menangguhkan keanggotaan Mali pada Minggu (30/5). Uni Afrika telah menangguhkan keanggotaan Mali setelah kudeta yang terjadi pada Agustus lalu tetapi mengembalikan keanggotaan negara itu beberapa minggu kemudian setelah kepala pemerintahan transisi yang dipimpin warga sipil diumumkan.