Rabu 02 Jun 2021 15:37 WIB

Spesies-Spesies Ini Terancam Punah Jika Bumi Makin Panas

krisis iklim menambah kerugian besar satwa liar.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Pemanasan global menyebabkan suhu bumi bertambah panas dan es di kutub terus menipis.
Foto: EPA
Pemanasan global menyebabkan suhu bumi bertambah panas dan es di kutub terus menipis.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Banyak konsekuensi terjadi jika dunia gagal membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra industri. Terumbu karang memutih, penguin akan kehilangan gumpalan es Antartika mereka. Burung puffin di sekitar pantai Inggris tidak akan dapat memberi makan anak-anak mereka, dan monyet tupai berkepala hitam di Amazon dapat musnah.

Di luar kenaikan 1,5 ° C, banyak spesies akan menghadapi peningkatan masalah dalam menemukan makanan atau bertahan hidup. Temuan ini menurut laporan dari WWF tentang efek kerusakan iklim pada 12 spesies utama di seluruh dunia.

Baca Juga

Di Inggris, burung puffin menghadapi ancaman yang meningkat dari laut yang memanas. Larva sandeel membentuk sebagian besar makanan burung laut. Sandeel bergantung pada krustasea yang disebut copepoda.  

Akan tetapi, pemanasan laut berarti copepoda bermekaran sebelum sandeel menetas. Karena sandeel kehilangan makanannya, lebih sedikit yang bisa ditangkap puffin, dan akibatnya seluruh koloni bisa musnah.  

WWF menemukan bahwa antara tahun 2000 dan 2016, copepoda mekar hampir 20 hari lebih awal dari larva sandeel yang menetas, ketidakcocokan yang cenderung melebar pada suhu yang lebih tinggi.

Laporan tersebut menemukan bahwa efek pemanasan global, yang telah mencapai lebih dari 1°C di atas tingkat pra-industri, sudah dapat dilihat di Inggris. Misalnya, kelinci gunung di Dataran Tinggi Skotlandia menumbuhkan mantel putih untuk kamuflase di musim dingin, tetapi salju mencair lebih awal, sebelum mantel mereka kembali menjadi cokelat, membuat mereka terpapar pemangsa.

Sementara pemanasan 0,5°C di atas level saat ini mungkin tampak kecil, laporan tersebut menemukan efeknya akan berbahaya bagi berbagai spesies, termasuk macan tutul salju, kuda nil, monyet dan katak, penyu dan karang.  

Penyu belimbing sensitif terhadap sedikit perubahan suhu, karena jenis kelamin penyu ditentukan saat telur mengerami di pasir. Pasir yang lebih panas berarti lebih banyak betina dan tidak cukup jantan, dan dapat berarti telur gagal menetas.

Dilansir di The Guardian, Rabu (2/6), laporan tersebut juga memeriksa nasib monyet tupai berkepala hitam di Amazon, yang hidup di dataran banjir. Alhasil, satu peristiwa banjir besar yang diperkirakan akan lebih sering terjadi pada suhu 1,5 derajat Celcius dapat memusnahkan seluruh populasi.

Kepentingan komersial di seluruh dunia juga akan terancam jika suhu naik di atas 1,5°C. Perkebunan kopi rentan terhadap kenaikan suhu. Hampir 90 persen perkebunan kopi arabika di Amerika Selatan bisa menjadi tidak cocok untuk tanaman pada tahun 2050.

Direktur eksekutif ilmu pengetahuan dan konservasi di WWF, Mike Barrett, mengatakan bahwa krisis iklim menambah kerugian besar satwa liar. Populasi satwa liar global telah anjlok 68 persen sejak 1970. 

"Alam adalah sistem pendukung kehidupan kita, dan kehancurannya yang berkelanjutan tidak hanya menghancurkan satwa liar dan komunitas lokal, tetapi juga menciptakan planet yang lebih panas dan kurang stabil, membahayakan kelangsungan hidup kita." jelasnya.

Menurutnya ini bukan ancaman yang jauh, karena dampak perubahan iklim sudah terasa. "Jika kita tidak bertindak sekarang untuk menjaga pemanasan global hingga 1,5° C, kita akan meluncur lebih cepat dan lebih cepat menuju bencana," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement