REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Kelompok pemantau Palestinian Prisoners' Club (PPC) mengungkapkan, 4.650 warga Palestina ditahan di penjara-penjara di wilayah pendudukan pada akhir Mei lalu. Mereka termasuk 39 wanita dan 180 anak di bawah umur.
Seperti dilaporkan laman Middle East Monitor pada Kamis (3/6), para tahanan Palestina menghadapi dan mengalami kondisi yang keras di penjara-penjara Israel. Bulan lalu, Israel meningkatkan kampanye penahanannya di wilayah Tepi Barat, Yerusalem, dan kota-kota Arab di sana.
Hal itu terjadi setelah aparat keamanan Israel menyerang jamaah Muslim di Masjid Al-Aqsa. Eskalasi terjadi karena Israel berusaha menggusur keluarga-keluarga Palestina di lingkungan Sheikh Jarrah.
Sebelumnya pelapor khusus PBB untuk masalah minoritas Fernand de Varennes mengecam aksi kekerasan yang dilakukan kelompok sayap kanan ekstrem di Israel terhadap warga Palestina di negara tersebut. Dia mendesak otoritas Israel melindungi semua warganya secara penuh dan setara tanpa diskriminasi.
“Laporan kekerasan ekstrem sayap kanan dan penggunaan kekuatan yang tidak proporsional oleh aparat penegak hukum selama protes dalam beberapa pekan terakhir, termasuk di Sheikh Jarrah, Gerbang Damaskus, dan Masjid Al-Aqsa, telah menyebabkan beberapa kasus kekerasan terburuk terhadap warga Palestina di Israel," kata de Varennes, Rabu (2/6).
Ada sekitar 1,5 juta warga Palestina Israel. Mereka mewakili sekitar 20 persen dari total populasi. Saat Israel terlibat pertempuran terbaru dengan Hamas di Jalur Gaza pada Mei lalu, aksi kekerasan pemukim Yahudi terhadap warga Arab merebak di sejumlah kota di sana.
Warga Arab-Palestina di Israel telah menghadapi diskriminasi instutisional di banyak bidang kehidupan. Israel memiliki puluhan undang-undang yang membudayakan diskriminasi semacam itu dalam sistem hukumnya.