REPUBLIKA.CO.ID, NIGER -- Kelompok bersenjata menculik 136 siswa dari sebuah sekolah Islam di negara bagian Niger, utara-tengah Nigeria pada Ahad (30/5) lalu. Pemerintah mengumumkan angka anak yang diculik pada Rabu (2/6) waktu setempat.
Kelompok geng bersenjata menggunakan sepeda motor menyerang kota Tegina, di negara bagian Niger. Pejabat pemerintah negara bagian kemudian langsung menghubungi orang tua untuk memastikan jumlah pasti anak-anak yang hilang.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis Senin lalu, Presiden Nigeria mengatakan agen keamanan tengah mencari sekitar 200 siswa. Namun, wakil gubernur negara bagian Niger, Ahmed Mohammed Ketso, meyakinkan bahwa jumlah anak yang hilang telah ditetapkan. "Kami sekarang dapat mengkonfirmasi bahwa total 136 siswa diculik," kata Ketso pada konferensi pers di ibukota negara bagian, Minna.
Seorang juru bicara kepolisian negara bagian Niger mengatakan penculikan itu dilakukan oleh bandit bersenjata dari atas sepeda motor dalam jumlah mereka. "Orang-orang bersenjata itu menembak tanpa pandang bulu dan menculik sejumlah anak yang belum dapat dipastikan," katanya seperti dilansir laman Aljazirah, Kamis,
Orang bersenjata juga menembak mati satu orang dalam proses itu. Pihak berwenang mengatakan "tim taktis" telah dikerahkan untuk menyelamatkan para siswa. Sementara sebuah jet tempur juga terbang di atas daerah itu untuk mencoba menemukan para penculik dan para korban penculikan.
Geng kriminal yang melakukan penculikan untuk mendapatkan uang tebusan dipersalahkan atas serangkaian serangan di sekolah dan universitas di Nigeria utara dalam beberapa bulan terakhir. Sejak Desember tahun lalu, sekurangnya 800 siswa telah diculik.
Ketso mengatakan, bahwa negara bagian Niger tidak akan membayar uang tebusan dalam bentuk apa pun. "Kami tidak membayar uang tebusan kepada para penculik. Kami mencoba bernegosiasi untuk melihat bagaimana kami dapat membawa mereka kembali dengan selamat," kata Ketso.
Setidaknya 18,34 juta dolar AS telah dibayarkan kepada para penculik sebagai tebusan, sebagian besar oleh keluarga dan pemerintah. Penculikan dan penebusan ini terjadi antara Juni 2011 dan Maret 2020, menurut sebuah laporan oleh SB Morgen (SBM) Intelligence, sebuah perusahaan analisis risiko politik yang berbasis di Lagos.
Kelompok hak asasi manusia Save the Children mendesak pemerintah untuk meningkatkan tindakannya untuk mencegah penculikan massal anak-anak. “Sekarang ketidakamanan dan serangan terhadap sekolah telah meningkatkan anak-anak putus sekolah terutama di bagian utara negara itu,” kata kelompok itu di Twitter.
“Kami membutuhkan pemerintah dan badan keamanan untuk melakukan yang terbaik untuk memastikan anak-anak terlindungi dari serangan,” ujar SAve The children menambahkan.