Jumat 04 Jun 2021 12:33 WIB

Sri Mulyani dan Mahfud MD Siap Kejar Utang Obligor BLBI

Saat ini satgas BLBI berupaya menghubungi para obligor untuk memenuhi kewajibannya.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Karikatur Satgas BLBI
Foto: republika
Karikatur Satgas BLBI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah menyiapkan langkah strategis untuk mengejar utang atas kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp 110 triliun. Adapun strategi ini dimulai dari langkah persuasif hingga pemblokiran akses ke lembaga keuangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pihaknya telah menyiapkan langkah ekstra dan menerapkan asas profesionalitas untuk menghargai para obligor. “Langkah ekstra sudah pasti disiapkan. Kita berharap agar semua melakukan niat baik. Jika utangnya besar sekali tapi bayarnya hanya Rp 1 miliar ya mungkin kita akan lihat juga, kita tetap menghargai misalnya ada obligor atau putra-putrinya datang ke kita,” ujarnya saat pelantikan tim satuan tugas BLBI secara virtual, Jumat (4/6).

Menurutnya saat ini tim berupaya menghubungi para obligor untuk memenuhi kewajiban mereka. Adapun tim yang terlibat seperti Badan Intelijen Negara (BIN), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung yang bertugas melakukan pelacakan, penagihan serta berbagai mitigasi.

"Peran BIN, Bareksrim dan Kejaksaan sangat penting," ucapnya.

Sri Mulyani melanjutkan langkah lainnya melalui kerja sama dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar akses ke lembaga keuangan ditutup. "Kalau itu belum, maka kita kerja sama dengan BI dan OJK agar akses mereka ke lembaga keuangan akan ada pemblokiran," ucapnya.

Sementara Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menambahkan total utang BLBI senilai Rp 110,45 triliun. Nantinya keseluruhan utang akan ditagih oleh satuan tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI.

Dia memberikan beberapa catatan terkait dengan kasus BLBI. Pertama, dia meminta kepada para obligor agar kooperatif, bahkan proaktif, karena BLBI berkaitan uang negara.

“Tidak ada yang bisa bersembunyi, karena kami memiliki daftarnya, baik semua obligor dan debitur,” katanya.

Meski ditetapkan sebagai kasus perdata, Mahfud menjelaskan, jika terjadi pembangkangan maka kasus ini dapat beralih menjadi kasus pidana. Bahkan lebih jauh, kasus ini pun dapat menjadi kasus korupsi.

“Kalau dia sudah memberikan bukti-bukti palsu atau selalu ingkar, bisa dikatakan merugikan keuangan negara, memperkaya diri sendiri atau orang lain, melanggar hukum karena tidak mengakui ada yang secara hukum sudah disahkan sebagai utang, sehingga bisa berbelok lagi ke korupsi,” jelasnya.

Di samping itu, Satgas juga akan tetap melakukan penagihan kepada obligor dan debitur yang saat ini berada di luar negeri. “Indonesia telah meratifikasi The United Nations Convention against Corruption (UNCAC). Dari data kami ada beberapa aset dan obligor atau debitur yang sedang berada di luar negeri,” ucapnya.

Pada April 2021 lalu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) No.6/2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI. Adapun pembentukan satgas ini berada di bawah dan bertanggung jawab langsung ke Presiden. Dibentuknya Satgas bertujuan untuk melakukan penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara yang berasal dari dana BLBI secara efektif dan efisien. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement