Sejauh ini Indonesia mencatat 1,83 juta kasus positif virus corona, tetapi para ahli epidemiologi meyakini skala penyebaran Covid-19 yang sebenarnya telah disamarkan. Hal ini dikarenakan kurangnya pengujian dan pelacakan kontak.
Hasil dari studi seroprevalensi pertama di Indonesia, yang menguji antibodi, diungkapkan secara eksklusif kepada Reuters. Studi yang dilakukan pada Desember 2020 dan Januari 2021 menyebutkan 15 persen populasi Indonesia sudah terinfeksi Covid-19. Namun, angka resmi yang dirilis pada akhir Januari 2021 menunjukkan jumlah kasus positif hanya sekitar 0,4 persen penduduk.
Ahli epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, yang terlibat dalam studi itu mengatakan hasil survei itu tidak terduga.
Juru bicara vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi mengatakan, kemungkinan ada lebih banyak kasus yang tidak dilaporkan secara resmi karena tidak menunjukkan gejala. Dia menambahkan, Indonesia memiliki kekurangan pada penelusuran kontak dan kurangnya laboratorium yang memadai untuk memproses tes Covid-19.
Lemahnya uji tes Covid-19
Studi seroprevalensi di negara-negara lain, seperti India, juga telah mengungkap jumlah infeksi virus corona yang lebih luas.
"Sistem pengawasan resmi kita tidak dapat mendeteksi kasus Covid-19. Ini lemah," kata peneliti utama Tri Yunis Miko Wahyono, ketua Departemen Epidemiologi FKM Universitas Indonesia.
"Kontak, penelusuran, dan pengujian di Indonesia sangat buruk dan menjelaskan mengapa begitu sedikit kasus yang terdeteksi," katanya menambahkan.
Pandu Riono mengungkapkan bahwa meskipun penelitian menunjukkan penyebaran virus corona yang lebih luas, Indonesia tampaknya masih jauh dari herd immunity.
Berdasarkan data pemerintah, hanya 6 persen dari 181 juta penduduk Indonesia yang sejauh ini telah menjalani vaksinasi dengan dua dosis, sedangkan 9,4 persen telah mendapatkan suntikan vaksin dosis pertama.
Penelitian serupa di Bali
Sementara itu, hasil awal studi seroprevalensi yang dilakukan oleh Universitas Udayana di Bali menemukan bahwa 17 persen dari mereka yang diuji pada September dan November 2020 tampaknya telah terinfeksi virus corona, kata Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan Universitas Udayana, Anak Agung Sagung Sawitri, kepada Reuters. Angka itu 53 kali lebih tinggi dibandingkan kasus resmi yang tercatat pemerintah.
Rencana pembukaan kembali sektor pariwisata di Pulau Dewata pada Juli mendatang ditentang sejumlah pakar kesehatan masyarakat dan akademisi. "Pengujian, penelusuran, isolasi, dan karantina di Bali sangat-sangat lemah," kata ahli epidemiologi Dokter I Made Ady Wirawan.
ha/gtp (Reuters)