REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Teguh Imami, Aktivis Lembaga Filantropi Indonesia
Berangkat haji menjadi impian yang diidamkan banyak masyarakat Indonesia. Selain menyempurnakan rukun Islam dalam ajaran agama, juga sebagai simbol ketakwaan bagi masyarakat untuk ingat kepada pencipta, bahwa segala yang dipunyai muaranya akan kembali kepada Allah.
Data yang dirilis Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementrian Agama per 3 Juni 2021 menunjukkan, rata-rata waktu tunggu masyarakat Indonesia untuk bisa berangkat ke tanah suci selama 21 tahun, dengan total jumlah pendaftar 5.014.874 jiwa. Jika masyarakat menginginkan berangkat cepat, bisa, syaratnya membayar 200-300 juta. Haji plus.
Dari dulu, jumlah masyarakat Indonesia yang berangkat haji kurvanya selalu naik. Sejak tahun 1830-an, saat Nusantara (nama sebelum Indonesia merdeka) dibawah bayang-bayang Belanda, masyarakat Nusantara banyak yang berangkat haji. Meski, tidak jarang Belanda melarangnya karena mengancam eksistensi keberlangsungan Belanda di Nusantara.
Sebagai bagian masyarakat Indonesia, kita tentu bersyukur, dalam satu sisi, artinya masyarakat Indonesia sudah banyak yang penghasilannya cukup bisa dikatakan lebih. Atau paling tidak mempunyai tabungan lebih untuk berangkat ke tanah suci.
Data yang dihimpun oleh Litbang Kompas per 3 Juni juga menunjukkan jika saat ini masyarakat yang sudah melunaskan pembayaran haji sekitar 196.641 jiwa. Mereka sudah menjadi bagian masyarakat yang lunas tunda: jemaah yang telah melakukan pelunasan, tetapi masih menunggu antrean haji dan tidak menarik kembali dana haji atau BPIH.
Sudah bisa terbayang berapa perputaran dana setiap tahun yang dikeluarkan dari masyarakat saat musim haji?