Jumat 04 Jun 2021 16:48 WIB

MUI: Rusaknya Lingkungan Sejalan dengan Bobroknya Moral

MUI mengajak segenap elemen bangsa untuk melestarikan lingkungan

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Nashih Nashrullah
MUI mengajak segenap elemen bangsa untuk melestarikan lingkungan. Ilustrasi kerusakan lingkungan
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
MUI mengajak segenap elemen bangsa untuk melestarikan lingkungan. Ilustrasi kerusakan lingkungan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini berbanding lurus dengan kerusakan moral masyarakat.

 

Baca Juga

Hal ini disampaikan Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (LPLH dan SDA) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Hayu Susilo Prabowo, pernyataan ini disampaikan sebagai refleksi Hari Lingkungan Hidup se-Dunia yang bertepatan Sabtu (5/6).   

 

Dia menjelaskan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) 2019 menyebut 72 persen masyarakat Indonesia tidak sadar lingkungan atau sampah. 

 

"Kerusakan lingkungan itu sebenarnya kerusakan moral, bukan teknis. Disinilah peran pemuka agama atau ormas keagamaan, bahwa perubahan moral atau perilaku bisa dilakukan dengan cara pendekatan agama," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (4/6).

 

Dalam Islam, manusia disebut sebagai khalîfah fil ardhi atau khalifah di muka bumi. Setiap manusia diberi amanah dan tanggung jawab untuk menjaga lingkungan. Tanggung jawab ini akan dibawa dan diminta laporannya nanti di akhirat. 

 

Tak hanya itu, dia juga menyebut upaya seorang Muslim dalam menjaga lingkungan berarti berusaha mempraktikkan nilai Islam yang rahmatan lil alamin, tidak hanya bagi sesama Muslim tapi semua makhluk hidup.

 

"Dakwah yang bisa dilakukan tidak hanya bil lisan atau melalui ceramah tapi juga bil hal atau tindakan dan praktik. Masyarakat kita sifatnya pragmatis, dimana membutuhkan contoh dan tindakan. Cara ini juga yang digunakan MUI," lanjutnya.

 

Melalui LPLH dan SDA, MUI disebut berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat agar terus menjaga lingkungan hidup. Salah satu program yang sedang berjalan adalah kesadaran lingkungan berbasis masjid yang diberi nama Masjid Ramah Lingkungan. 

 

Masjid Ramah Lingkungan tersebut berfokus pada masalah air, pangan, serta energi. Terkait upaya menjaga air, LPLH memiliki program yang diberi nama hemat air, simpan air dan jaga air. MUI menyebut fungsi air dalam kehidupan bukan hanya untuk lingkungan tapi juga thaharah atau bersuci.

 

Kegiatan simpan air contohnya memanen air hujan, menyediakan sumur resapan, serta biopori. Upaya hemat air salah satunya dengan mengadakan keran penghemat air wudhu, dimana sunnahnya hanya 1 mud atau kurang dari 1 liter. Terakhir, upaya jaga air adalah menjaga agar air yang dalam kondisi bersih jangan sampai tercemar.

 

Tak hanya masalah air, LPLH juga berfokus pada masalah sampah, dimana MUI telah mengeluarkan enam fatwa yang berkaitan dengan itu. Salah satu yang menjadi program berkaitan dengan pengelolaan sampah untuk perlindungan ekosistem.

 

Saat ini, MUI tengah bekerja sama dengan Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN PSL) di bawah koordinasi Kementerian Maritim. Indonesia terkenal sebagai pembuang sampah plastik ke laut nomor dua terbesar di dunia. Membuang sampah ke laut sangat berbahaya karena bisa menjadi mikro-plastik dan nano-plastik, serta mencemari air.

 

"Untuk mengurangi sampah, kami berupaya menggalakkan kegiatan sedekah sampah. Hal ini berbeda dengan bank sampah yang motivasinya ekonomi, sedekah sampah ini orang memilah sampah dari rumah untuk tujuan surga. Sedekah sampah diluncurkan kemarin saat Ramadhan dan sedang digiatkan ke seluruh Indonesia," lanjutnya.

 

Kegiatan memilah sampah dan bersedekah ini disebut merupakan bagian dari ibadah. Dari hasil studi, diketahui kegiatan pemilihan sampah untuk ibadah ini memiliki minat lebih tinggi, utamanya di kalangan masyarakat menengah ke atas.

 

Beberapa masjid juga sudah mulai mengupayakan kegiatan ini, bahkan hasilnya bisa digunakan untuk santunan pendidikan dan pembangunan masjid. 

 

Bahkan, Hayu menyebut salah satu masjid berinisiatif membuka toko amal, di mana orang-orang bisa menyedekahkan barang-barang yang tidak digunakan ke pihak masjid. Nantinya jika ada jamaah yang membutuhkan bisa membeli di toko tersebut dan hasil penjualannya dijadikan sedekah ke masjid.

 

Pemilihan sampah selain untuk tujuan ibadah juga membangkitkan perilaku ramah lingkungan. Dia menyebut rantai suplai menjadi lebih efisien karena tidak perlu mengembalikan uang kepada masyarakat. Hal ini disebut juga disebut dengan konsep green economy atau ekonomi hijau.

 

"Gerakan sedekah sampah berbasis masjid ini disebut Gradasi. Kegiatan yang berusaha dilakukan MUI ini bagian dari dakwah, dimana nantinya bisa diperluas ke masjid dan ormas lainnya," ujar dia.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement