REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Saan Mustopa, mengatakan poin-poin yang dibahas dalam persiapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sejauh ini tidak memerlukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Desain Pemilu 2024 menyesuaikan ketentuan ada, termasuk Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
"Tidak ada yang perlu diatur di Undang-Undang karena memang itu sudah sesuai Undang-Undang, jadi tidak perlu nanti ada payung hukum yang lebih dari PKPU sehingga tidak perlu ada Perppu," ujar Saan saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (4/6).
Saan mengatakan, hal-hal yang dibahas dan disepakati Tim Kerja Bersama Pemilu dan Pilkada 2024 mengenai penyelenggaraan pemilihan dalam konsinyasi cukup diatur melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Tim kerja juga akan membahas penataan masa jabatan penyelenggara pemilu, baik jajaran KPU maupun Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Saan menjelaskan terdapat potensi masa jabatan penyelenggara pemilu yang habis saat tahapan pemilihan berlangsung bahkan hanya beberapa hari menjelang pemungutan suara. Hal ini dinilai berisiko mengganggu proses Pemilu maupun Pilkada 2024.
"Penataan penyelenggara karena jabatan penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu itu kan beda-beda," ucapnya.
Tim kerja yang terdiri dari perwakilan Komisi II DPR RI, Kementerian Dalam Negeri, KPU, dan Bawaslu, menyepakati jadwal penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024 saat konsinyasi pada Kamis (3/6) malam. Pemungutan pemilihan presiden dan pemilihan legislatif dijadwalkan pada 28 Februari 2024, sementara pencoblosan Pilkada akan berlangsung 27 November 2024.
Sebelumnya, pemerintah dan DPR telah memutuskan tidak merevisi UU Pemilu maupun UU Pilkada. Hal ini memicu kritik karena pelaksanaan Pemilu 2019 dan Pilkada 2020 sebelumnya dinilai perlu pembenahan melalui aturan perundangan-undangan.