REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Zainuddin Maliki, mengkritisi rencana pemerintah terkait pemenuhan kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) senilai Rp 1,7 kuadriliun atau Rp 1.700 triliun. Menurutnya besaran angka tersebut terlalu fantastis di kala masyarakat tengah didera pandemi Covid-19.
"Oleh karena itu Presiden harus tolak tanda tangani perpres pengadaan Alpalhankam tersebut," kata Zainuddin, Jumat (4/6).
Zainuddin mengatakan, jika pemenuhan angka Rp 1,7 kuadriliun tersebut dilakukan dengan skema pinjaman, maka utang negara per April 2021 sudah mencapai Rp 6.527,29 triliun. Dengan jumlah tersebut, maka rasio utang pemerintah mencapai 41,18 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Artinya rasio utang terhadap PDB meningkat dibandingkan awal tahun ini di angka 38,68 persen.
"Oleh karena itu anggaran fantastik alpalhankam itu perlu ditinjau ulang," ungkap anggota Badan Legislasi DPR RI itu.
Zainuddin menilai rencana pengadaan alutsista dengan anggaran fantastis tersebut sulit dimengerti. Sebab anggaran alpalhankam itu manfaatnya tidak langsung bisa dirasakan masyarakat.
Pemerintah juga masih didesak untuk bisa melindungi masyarakat keluar dari tekanan pandemi Covid-19. Di samping itu pengadaan alutsista tersebut juga tidak masuk prioritas program kabinet kerja yang mengedepankan pembangunan SDM.
"Jika tersedia anggaran besar maka seharusnya pemerintah utamakan untuk menopang program prioritas kabinet kerja dalam hal ini pembangunan di bidang SDM," ungkap anggota Komisi X itu.
Modernisasi alutsista itu menurutnya diperlukan agar pertahanan dan keamanan negara kita semakin tangguh. Namun di sisi lain, penyusunan rencana kebutuhan alutsista dengan anggaran tambun tersebut, apapun skemanya, dinilai akan tetap membebani APBN.
"Semestinya semua pemenuhan rencana kebutuhan harus mempertimbangkan keseimbangan kemampuan penyediaan APBN kita yang saat ini sudah mengalami defisit cukup lebar itu," tuturnya.