REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa negara-negara kaya perlu memberikan lebih banyak vaksin Covid-19. WHO ajak negara kaya mengikuti langkah Amerika Serikat (AS) dalam menyediakan dosis segera untuk menutupi kesenjangan 200 juta dosis yang disebabkan gangguan pasokan India dan penundaan produksi.
Menyuarakan "pemulihan dua jalur", WHO mendesak negara-negara kaya untuk menyumbangkan kelebihan dosis mereka ke negara-negara miskin alih-alih memberikannya kepada kelompok yang kurang rentan, seperti anak-anak. Sejauh ini mereka telah menyumbangkan 150 juta dosis melalui skema berbagi vaksin global COVAX.
Namun, penasihat senior WHO Bruce Aylward mengatakan pada Jumat (4/6) bahwa hanya sebagian kecil dari dosis tersebut akan tersedia dalam jangka pendek pada Juni, Juli, dan Agustus ketika mereka dapat membuat perbedaan dalam memperlambat laju infeksi dalam pandemi global. "Kita akan membutuhkan (vaksin) dua kali lipat lebih banyak dan itu harus diajukan," kata dia, mengacu pada ukuran sumbangan negara kaya sejauh para menteri kesehatan G7 bertemu di Oxford.
"Kami tidak memiliki cukup dosis yang dikonfirmasi dari negara-negara yang awalnya memiliki cukup dosis vaksin untuk membuat dunia keluar dari (pandemi) ini. Kami bersiap untuk kegagalan jika kami tidak mendapatkan dosis awal."
Aylward memuji rencana AS yang diumumkan pada Kamis (3/6) untuk segera membagikan 25 juta dosis dan mendorong negara-negara kaya lainnya untuk mengikutinya. Dia memperkirakan bahwa gangguan ekspor vaksin dari India dan keterlambatan dalam mendapatkan vaksin lain secara daring berarti bahwa skema COVAX memiliki kesenjangan sekitar 200 juta dosis.
Serum Institute India telah mengalihkan pasokan AstraZeneca ke pasar domestik di tengah gelombang kedua Covid-19 yang menghancurkan di negara itu. Langkah tersebut diperkirakan akan mencabut pembatasan tersebut pada kuartal keempat ketika produk lain yang diperuntukkan bagi COVAX juga akan dirilis secara daring.
"Semua itu akan tiba pada waktu yang sama," kata Aylward. Bahkan setelah pertemuan puncak minggu ini yang mendapatkan janji tambahan 2,4 miliar dolar AS (sekitar Rp 34,4 triliun), kesenjangan pendanaan hampir (sekira Rp 242,6 triliun) untuk Accessto Covid-19 Tools(ACT) Accelerator WHO untuk mendukung vaksin, perawatan, dan diagnostik Covid-19 tetap ada, kata dia, dilansir dari Reuters.