Sabtu 05 Jun 2021 17:00 WIB

Dewan Eropa Minta Austria Hapus Peta Islam

Peta Islam Austria diminta dihapus Dewan Eropa.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Muhammad Hafil
Dewan Eropa Minta Austria Hapus Peta Islam. Foto ilustrasi: Geliat Islam di Wina Austria (ilustrasi)
Foto: republika
Dewan Eropa Minta Austria Hapus Peta Islam. Foto ilustrasi: Geliat Islam di Wina Austria (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Eropa meminta Austria untuk menghapus "Peta Islam" yang menuai kontroversi. Mereka menyebut bahwa perilisan Peta Islam sebagai sesuatu yang menjelekkan Muslim.

"Publikasi peta itu memusuhi Muslim dan berpotensi kontraproduktif," kata badan hak asasi manusia Eropa dalam sebuah pernyataan, dilansir di laman About Islam, Jumat (4/6).

Baca Juga

Dewan Eropa menyatakan, peta itu dianggap oleh banyak Muslim sebagai hal yang sangat diskriminatif. Dikatakan, bahwa Muslim merasa distigmatisasi dan terancam keamanannya dengan publikasi alamat dan rincian lainnya.

Pemerintah Austria telah mendapat reaksi keras karena meluncurkan laman yang disebut National Map of Islam. Laman itu berisi nama dan lokasi lebih dari 620 masjid, termasuk asosiasi Muslim, dan pejabat serta kemungkinan koneksi mereka di luar negeri.

Peta tersebut dibuat bersama oleh Universitas Wina dan Pusat Dokumentasi Politik Islam Austria. Perilisan peta Islam ini telah menuai kecaman dari umat Muslim Austria. Mereka menggambarkannya sebagai 'menjelekkan' minoritas agama.

Kecaman salah satunya disuarakan oleh seorang konsultan manajemen dan juru bicara media untuk Dewan Muslim, Miqdaad Versi, di Twitter pada Rabu (2/6). Ia mengatakan, Negara Austria gagal dalam tugasnya untuk memperlakukan Muslim secara adil.

"Peta Islam itu keterlaluan dan tampaknya telah memfasilitasi demonisasi Muslim di bawah rubrik yang hanya menargetkan 'Islam politik'. Spanduk-spanduk itu adalah contoh bahaya Islamofobia yang disponsori negara di Austria," kata Versi.

Ia menambahkan, pemerintah sayap kanan menerbitkan peta semua masjid dan kini tanda-tanda tengah dipasang di dekat masjid biasa. Seorang akademisi Muslim Austria terkemuka, Farid Hafez, juga mengutuk tanda-tanda baru tersebut.

Dari 8,75 juta penduduk Austria, diperkirakan 700.000 orang mengidentifikasi diri sebagai Muslim. Menurut sebuah laporan oleh kelompok hak asasi manusia Austria, SOS Mitmensch, sentimen rasis terhadap Muslim di Austria berlipat ganda tahun lalu dibandingkan dengan 2019.

Juru bicara SOS Mitmensch, Alexander Pollak, mengatakan bahwa survei baru-baru ini menunjukkan 35 persen publik memiliki opini negatif tentang Muslim. Sementara itu, sebanyak 40 persen mendukung gagasan bahwa Muslim seharusnya tidak memiliki hak yang sama dengan orang Austria.

Pemerintah Austria telah menyiapkan undang-undang anti-teror yang kontroversial pada akhir 2020 yang memiliki motif anti-Islam. Namun, undang-undang itu kemudian direvisi dengan menggunakan frasa "ekstremisme bermotivasi agama" alih-alih "Islam politik."

Pemerintah Austria juga mengadopsi undang-undang yang mencegah anak perempuan di bawah 10 tahun mengenakan jilbab pada 2019. Undang-undang ini sejak itu telah ditentang oleh dua anak dan orang tua mereka.

Langkah itu disahkan pada Mei 2019 di bawah koalisi sebelumnya dari Partai Rakyat kanan-tengah (OeVP) dan Partai Kebebasan sayap kanan (FPOe), hanya beberapa hari sebelum pemerintah itu runtuh karena skandal korupsi. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement