REPUBLIKA.CO.ID, SANTIAGO -- Kongres Cile telah menyusun rancangan undang-undang (RUU) untuk memboikot barang dan jasa dari wilayah pendudukan, termasuk permukiman ilegal Israel di Palestina. Pelanggar bakal didenda lima kali lipat dari nilai barang yang diimpor.
Seperti dilaporkan laman Al Araby, Jumat (4/6), RUU disusun kelompok parlemen pro-Palestina di majelis rendah Cile. Dalam RUU tersebut, diatur bahwa tindakan mengimpor barang dan jasa dari wilayah pendudukan dapat dipidana. Hal itu sejalan dengan hukum internasional.
Dalam RUU tersebut tak disebutkan secara eksplisit tentang wilayah Palestina yang diduduki Israel. Namun Sergio Gahona, anggota parlemen Cile yang bertindak sebagai pencetus, mengumumkan RUU perihal larangan impor dari wilayah pendudukan dengan mengenakan kafiyeh, hiasan kepala tradisional Palestina.
Kelompok pro-Israel di Cile telah mengkritik RUU tersebut. The Chilean Community of Israel menilai RUU terkait anti-Semit dan menunjukkan wajah gerakan boikot, divestasi, dan sanksi (BDS).
Gerakan BDS dimulai pada Juli 2005. Tujuan utama kampanye BDS adalah memberi tekanan kepada Israel agar mengakhiri pendudukannya atas Palestina. Jalur pertama yang ditempuh adalah melalui boikot, yakni melibatkan penarikan dukungan terhadap Israel dan perusahaannya yang terbukti melakukan pelanggaran HAM terhadap rakyat Palestina. Lembaga olahraga, budaya dan kesenian, serta akademik Israel turut menjadi sasaran kampanye pemboikotan.
Kemudian divestasi adalah kampanye yang mendesak bank, dewan lokal, termasuk universitas, untuk menarik investasinya dari semua perusahaan Israel. Perusahaan-perusahaan internasional yang terlibat dalam pelanggaran HAM terhadap rakyat Palestina juga dibidik.
Sementara sanksi merupakan kampanye yang bertujuan mendesak pemerintah memenuhi kewajiban hukumnya untuk meminta pertanggungjawaban Israel. Dalam hal ini, para aktivis BDS juga akan menuntut pemerintah masing-masing agar mengakhiri transaksi perdagangan dengan Israel.