REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Dalam sholat berjamaah tentu tak jarang kita menemui kasus jamaah sholat yang shaf sholatnya terpisah tiang masjid. Benarkah sholat jamaah seperti yang demikian tidak diperbolehkan.
Sebagian kalangan memang menghukum tidak boleh. Ini merujuk sejumlah dalil antara lain”
ﻗﺎﻝ ﻗﺮﺓ ﺑﻦ ﺇﻳﺎﺱ اﻟﻤﺰﻧﻲ ﻛﻨﺎ ﻧﻨﻬﻰ ﺃﻥ ﻧﺼﻒ ﺑﻴﻦ اﻟﺴﻮاﺭﻱ ﻋﻠﻰ ﻋﻬﺪ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻧﻄﺮﺩ ﻋﻨﻬﺎ ﻃﺮﺩا
“Qurrah bin Iyas berkata: "Kami dilarang membuat saf di antara tiang-tiang di masa Rasulullah SAW dan kami menjauhinya." (HR Ibnu Majah memiliki jalur lain dalam riwayat Hakim).
ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺤﻤﻴﺪ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﻮﺩ، ﻗﺎﻝ: ﺻﻠﻴﻨﺎ ﺧﻠﻒ ﺃﻣﻴﺮ ﻣﻦ اﻷﻣﺮاء، ﻓﺎﺿﻄﺮﻧﺎ اﻟﻨﺎﺱ ﻓﺼﻠﻴﻨﺎ ﺑﻴﻦ اﻟﺴﺎﺭﻳﺘﻴﻦ ﻓﻠﻤﺎ ﺻﻠﻴﻨﺎ، ﻗﺎﻝ ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ: «ﻛﻨﺎ ﻧﺘﻘﻲ ﻫﺬا ﻋﻠﻰ ﻋﻬﺪ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ»
“Abdul Hamid bin Mahmud berkata, "Kami salat bermakmum kepada salah satu pemimpin, orang-orang mendesak kami di antara dua tiang. Ketika kami salat, Anas berkata, “Kami menghindari ini di masa Rasulullah SAW." (HR Tirmidzi)
Pertanyaannya benarkah sholat yang terpisah shafnya oleh tiang masjid tidak diperbolehkan? Berikut ini penjelasan Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur yang juga Direktur Aswaja Center PWNU Jatim, KH Ma’ruf Khozin:
Jangan biasakan memahami dalil secara sepotong dan tanpa penjelasan para ulama. Imam At Tirmidzi masih melanjutkan perbedaan pendapat para ulama dalam memahami hadis tersebut:
ﻭﻗﺪ ﻛﺮﻩ ﻗﻮﻡ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ اﻟﻌﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﺼﻒ ﺑﻴﻦ اﻟﺴﻮاﺭﻱ ﻭﺑﻪ ﻳﻘﻮﻝ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﺇﺳﺤﺎﻕ ﻭﺑﻪ ﻗﺎﻝ اﻟﻨﺨﻌﻲ ﻭﺭﻭﻯ ﺳﻌﻴﺪ ﺑﻦ ﻣﻨﺼﻮﺭ ﻓﻲ ﺳﻨﻨﻪ اﻟﻨﻬﻲ ﻋﻦ ﺫﻟﻚ ﻋﻦ اﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮﺩ ﻭاﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻭﺣﺬﻳﻔﺔ ﻗﺎﻝ اﺑﻦ ﺳﻴﺪ اﻟﻨﺎﺱ ﻭﻻ ﻳﻌﺮﻑ ﻟﻬﻢ ﻣﺨﺎﻟﻒ ﻓﻲ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ
"Sebagian ulama menghukumi makruh membuat saf salat diantara tiang-tiang masjid. Ini adalah pendapat Ahmad, Ishaq. An Nakhai berkata bahwa Said bin Manshur meriwayatkan larangan tersebut dari Ibnu Mas'ud, Abbas dan Hudzaifah. Ibnu Sayidi Nas berkata bahwa tidak diketahui ada sahabat yang berbeda dalam masalah ini." Namun At Tirmidzi masih melanjutkan:
ﻭﻗﺪ ﺭﺧﺺ ﻗﻮﻡ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ اﻟﻌﻠﻢ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﺃﻱ اﻟﺼﻼﺓ ﺑﻴﻦ اﻟﺴﻮاﺭﻱ ﺭﺧﺺ ﻓﻴﻪ ﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﻭﻣﺎﻟﻚ ﻭاﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻭاﺑﻦ اﻟﻤﻨﺬﺭ
“Sebagian ulama memberi keringanan (menghukumi boleh) untuk salat di antara tiang-tiang masjid, yaitu Abu Hanifah, Malik, Syafii dan Ibnu Mundzir .”(Tuhfah Al-Ahwadzi, 3/19)
Karena yang berpendapat makruh adalah Mazhab Hanbali, maka kita kutip dahulu dari salah satu ulama Hanbali, Syekh Al-Bahuti:
ﻭﻳﻜﺮﻩ ﻟﻠﻤﺄﻣﻮﻣﻴﻦ اﻟﻮﻗﻮﻑ ﺑﻴﻦ اﻟﺴﻮاﺭﻱ ﺇﺫا ﻗﻄﻌﺖ ﺻﻔﻮﻓﻬﻢ ﻋﺮﻓﺎﺑﻼ ﺣﺎﺟﺔ ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﺛﻢ ﺣﺎﺟﺔ ﻛﺿﻴﻖ اﻟﻤﺴﺠﺪ ﻭﻛﺜﺮﺓ اﻟﺠﻤﺎﻋﺔ ﻟﻢ ﻳﻜﺮﻩ
“Makruh bagi makmum untuk berdiri di antara tiang-tiang masjid, karena umumnya akan memutus saf salat, jika tidak ada hajat. Namun bila ada keperluan, misalnya masjid sempit dan jemaahnya banyak, maka tidak makruh.” (Kasyaf, 1/494)
Bagaimana menurut ulama Arab Saudi? Ternyata sama seperti ulama Hanbali. Syekh Bin Baz selaku Ketua Mufti Saudi mengatakan:
ﻳﻜﺮﻩ اﻟﻮﻗﻮﻑ ﺑﻴﻦ اﻟﺴﻮاﺭﻱ ﺇﺫا ﻗﻄﻌﻦ اﻟﺼﻔﻮﻑ، ﺇﻻ ﻓﻲ ﺣﺎﻟﺔ ﺿﻴﻖ اﻟﻤﺴﺠﺪ ﻭﻛﺜﺮﺓ اﻟﻤﺼﻠﻴﻦ “Makruh berdiri di antara tiang-tiang masjid jika memutus shaf salat, kecuali jika masjidnya sempit dan orang yang salat banyak.” (Lajnah Fatawa, 5/295). Kesimpulannya disampaikan Syekh Syaukani:
ﻗﺎﻝ اﺑﻦ اﻟﻌﺮﺑﻲ: ﻭﻻ ﺧﻼﻑ ﻓﻲ ﺟﻮاﺯﻩ ﻋﻨﺪ اﻟﻀﻴﻖ، ﻭﺃﻣﺎ ﻋﻨﺪ اﻟﺴﻌﺔ ﻓﻬﻮ ﻣﻜﺮﻭﻩ ﻟﻠﺠﻤﺎﻋﺔ، ﻓﺄﻣﺎ اﻟﻮاﺣﺪ ﻓﻼ ﺑﺄﺱ ﺑﻪ، ﻭﻗﺪ ﺻﻠﻰ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻓﻲ اﻟﻜﻌﺒﺔ ﺑﻴﻦ ﺳﻮاﺭﻳﻬﺎ اﻧﺘﻬﻰ.
“Ibnu Arabi mengatakan, "Tidak ada perbedaan di antara para ulama tentang bolehnya shaf di atas jika kondisinya sempit. Jika dalam keadaan leluasa maka makruh. Jika salat sendiri maka boleh sebab Nabi Muhammad ﷺ melakukan sholat dalam Kabah di antara tiang-tiang Kabah." (Nail Author, 3/229)