Ahad 06 Jun 2021 10:29 WIB

BKKBN: Pencegahan Stunting Dimulai Sebelum Kehamilan

Tingkat konsumsi susu secara nasional di Indonesia disebut masih rendah.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Agus raharjo
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menjawab pertanyaan wartawan Republika saat wawancara khusus di kantor BKKBN, Jakarta, Rabu (17/6). Dalam wawancara tersebut membahas tentang rencana pemasangan satu juta akseptor pada peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) 2020 serta target Total Fertility Rate (TFR) yang mencapai 2,1 persen pada tahun 2024
Foto: Republika/Thoudy Badai
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menjawab pertanyaan wartawan Republika saat wawancara khusus di kantor BKKBN, Jakarta, Rabu (17/6). Dalam wawancara tersebut membahas tentang rencana pemasangan satu juta akseptor pada peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) 2020 serta target Total Fertility Rate (TFR) yang mencapai 2,1 persen pada tahun 2024

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menilai perlunya pemahaman masyarakat tentang pencegahan anak kerdil stunting secara dini dimulai sebelum masa kehamilan. Hasto mengatakan, tiga bulan adalah waktu yang tepat bagi pasangan suami istri baik yang akan menikah atau sudah menikah menyiapkan program kehamilan.

Karena, tiga bulan itu waktu yang cukup bagi suami maupun istri menyiapkan calon bayi yang sehat agar terbebas dari stunting. Hasto mengatakan, makanan yang dikonsumsi suami selama kurun waktu 75 hari sebelum rencana hamil, sangat menentukan kualitas calon bayi. Begitu juga untuk calon ibu, setidaknya perlu persiapan tiga bulan menkonsumsi makanan sehat dan bergizi sebelum kehamilan.

Ini karena, data angka anemia ibu hamil cukup tinggi sekitar 40 persen. "Makanya persiapan yang dikerjakan BKKBN adalah tiga bulan sebelum nikah itu harus periksa HB, dilaporkan berapa, kalau kurang, ya harus minum tablet tambah darah. itu kalau bicara persiapan stunting, itu dari sebelum hamil, baik suami atau istri," kata Hasto di Jakarta, Sabtu (5/6)

Hasto mengatakan, di tengah target pemerintah menurunkan prevalensi stunting ke angka 14 persen pada 2024 mendatang, banyak upaya yang bisa dilakukan. BKKBN yang ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai ketua pelaksana Program Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia menilai perlunya kampanye pencegahan stunting sebelum kehamilan hingga usia seribu hari sejak kehamilan.

Salah satu yang penting adalah konsumsi susu bagi ibu hamil maupun dalam tumbuh kembang anak. Momentum hari susu se-dunia pada 1 Juni lalu perlu digalakkan lagi kepada masyarakat agar lebih banyak mengkonsumsi susu sebagai salah satu asupan gizi seimbang.

Hasto menuturkan, konsumsi susu oleh ibu hamil penting untuk memberi asupan zat gizi mikro. Baik itu zat besi, vitamin, DHA, omega tiga maupun asam folat. "Ibu hamil juga perlu meminum susu ibu hamil yang mengandung micronutriens ya, yang mengandung Fe, ada vitaminnya, kemudian juga susu penting mengandung DHA, omega tiga, itu diperlukan untuk pertumbuhan otak janin kemudian juga asam folat itu juga penting bagi kesehatan bayinya selama hamil," tutur Hasto.

Selain itu, asupan susu bagi ibu hamil juga penting untuk membentuk plasenta yang bagus. Sebab, kata Hasto, tidak sedikit ditemukan ibu hamil yang mengalami defisiensi vitamin D yang berpengaruh terhadap pembentukan plasenta. Setelah bayi lahir, konsumsi air susu ibu (ASI) ekslusif juga penting terhadap asupan gizi bayi. Karenanya, selama enam bulan bayi harus memperoleh ASI secara eksklusif.

"Hal-hal seperti itu yang harus mendapat perhatian serius, kebetulan susu itu mengandung hal hal seperti itu, susu bisa mengoreksi kalau micronutrien-nya itu kurang, susu bisa menyempurnakan, itu kelebihan susu," kata Hasto.

Meskipun penting, namun konsumsi susu masyarakat Indonesia masih rendah, salah satunya karena faktor ekonomi. Hasto mengatakan, gizi yang didapat dari susu juga didapat dari makanan bergizi lain yang masih bisa dijangkau oleh masyarakat, yakni ikan.

"Tapi ingat untuk orang yang tidak bisa minum susu, bisa diganti misal dengan makan bergizi lain seperti ikan. Ikan kita banyak, jangan makan mie atau instan. Karena itu mindset yang perlu diubah," katanya.

Ahli gizi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Saptawati Bardosono menyarankan pemerintah memberikan subsidi pada penyediaan susu berkualitas untuk masyarakat Indonesia. Menurutnya, tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap susu berkualitas saat ini masih tergolong rendah. Saptawati mengatakan, saat ini harga susu berkualitas baik masih tergolong mahal.

“Karena harga susu yang berkualitas baik masih terbilang mahal, sehingga perlu subsidi pemerintah harusnya,” tutur Prof Saptawati.

Ia menilai tingkat konsumsi susu bisa memengaruhi kualitas gizi sebuah generasi. Sebab, susu memiliki kandungan nutrisi yang lengkap. Baik zat gizi makro maupun mikro, serta pre dan probiotik. Saptawati menuturkan, susu dapat dimanfaatkan sebagai tambahan asupan nutrisi yang belum terpenuhi dari makanan utama.

Prof Saptawati mengakui susu memang menjadi asupan tambahan, namun manfaatnya sangat baik bagi kesehatan. Bukan hanya sebagai vitamin untuk tulang, tetapi juga pencernaan dan kardiovaskular. Ia menyarankan ada gerakan atau kampanye minum susu kepada masyarakat.

“Selain kampanye harus ada etersediaan produk susu yang terjangkau bagi semua. Bagusnya pemerintah memproduksi susu generik ya, supaya bisa murah,” tegas Prof Saptawati.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement