Ahad 06 Jun 2021 13:32 WIB

In Picture: Kisah Demonstran Myanmar, Kehilangan Kaki Menentang Kudeta

Ko Phyo kehilangan sebelah kaki saat ikut aksi menentang kudeta militer di Yangon..

Rep: REUTERS/ Red: Edwin Dwi Putranto

Ko Phyo (kiri) berjalan dengan putranya yang berusia dua tahun, Paing Phyo Oo saat mereka menuju ke rumahnya di pinggiran Yangon, Myanmar, Sabtu (22/5). (FOTO : REUTERS/Stringer)

Ko Phyo, seorang pengunjuk rasa yang kehilangan satu kaki selama protes anti-kudeta, mandi bersama putranya yang berusia dua tahun Paing Phyo Oo di rumahnya di pinggiran Yangon, Myanmar, Sabtu (22/5). (FOTO : REUTERS/Stringer)

Ko Phyo, seorang pengunjuk rasa yang kehilangan satu kaki saat protes anti-kudeta, menutupi kakinya dengan kantong plastik saat dia mandi di rumahnya di pinggiran Yangon, Myanmar, Sabtu (24/4). (FOTO : REUTERS/Stringer)

Ko Phyo memainkan video game dengan ponselnya di rumahnya di pinggiran Yangon, Myanmar, Selasa (4/5). (FOTO : REUTERS/Stringer)

Alat bantu jalan milik Ko Phyo terlihat di dalam kamarnya di pinggiran Yangon, Myanmar, Sabtu (22/5). (FOTO : REUTERS/Stringer)

Ko Phyo duduk di kursi rodanya di dalam rumahnya di pinggiran Yangon, Myanmar, Sabtu (24/4). (FOTO : REUTERS/Stringer)

Ko Phyo menunjukkan foto dirinya dan teman-temannya di telepon yang diambil selama protes anti-kudeta, di pinggiran Yangon, Myanmar, Selasa (4/5). (FOTO : REUTERS/Stringer)

Ko Phyo, seorang pengunjuk rasa yang kehilangan satu kakinya selama protes anti-kudeta, dan putranya yang berusia dua tahun Paing Phyo Oo menonton kartun di rumahnya di pinggiran Yangon, Myanmar, Sabtu (24/5). (FOTO : REUTERS/Stringer)

Ko Phyo bersiap untuk mandi di rumahnya di pinggiran Yangon, Myanmar, Sabtu (24/4). (FOTO : REUTERS/Stringer)

Ko Phyo duduk di kursi roda di rumahnya di pinggiran Yangon, Myanmar, Sabtu (24/4). (FOTO : REUTERS/Stringer)

inline

REPUBLIKA.CO.ID, Setiap pagi, Ko Phyo memandikan putranya yang berusia dua tahun sambil duduk di kursi roda. Kantong plastik terlihat menutupi sisa pahanya yang hancur oleh peluru tentara Myanmar saat ia mengikuti aksi demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon. Pria 24 tahun itu merupakan orang tua tunggal di negara yang kacau balau sejak kudeta militer terjadi 1 Februari 2021.

Ko Phyo bergabung dengan gerakan protes nasional di Yangon. Ia bertindak sebagai penjaga yang berusaha melindungi demonstran dari pasukan keamanan selama pawai dan pemogokan pro-demokrasi setiap hari. 

Pada sebuah aksi demonstrasi di awal Maret, bentrokan dengan aparat terjadi. Ko Phyo bersama demonstran lainnya berusaha melarikan diri agar tidak ditangkap dan dipukuli. "Sayangnya posisi saya terpojok saat polisi dan seorang tentara maju. Kemudian mereka mulai menembak, saya tertembak di kaki, dan jatuh ke tanah," katanya kepada Reuters akhir Mei lalu.

Peluru yang mengenainya memutuskan tiga arteri. Tentara yang melepaskan tembakan melepaskannya dengan pisau, dan seorang polisi setempat yang dikenalnya membawanya ke rumah sakit militer, perjalanan yang memakan waktu lebih dari dua jam, katanya.

"Saya mulai merasakan sakit dan saya tidak tahan. Saya mengatakan kepada mereka untuk segera memotong kaki saya. Mereka memotongnya pada hari ketujuh."

Kekhawatiran tentang masa depan putranya mendorongnya untuk bergabung dengan protes anti-junta dan memberinya motivasi untuk pulih lebih cepat dan meninggalkan rumah sakit setelah 12 hari menjalani perawatan.

Dia melihat kehilangan kakinya sebagai pengorbanan kecil dibandingkan dengan ratusan yang terbunuh, termasuk salah satu rekan penjaganya, seorang gadis berusia 15 tahun.

"Semua pengunjuk rasa di luar sana berjuang untuk generasi berikutnya. Militer seharusnya melindungi rakyatnya sendiri, tetapi mereka malah membunuh kita. Kita harus terus berjuang. Kita harus memenangkan revolusi ini untuk membawa keadilan bagi jiwa-jiwa yang jatuh," katanya.

Ko Phyo kini tengah menyesuaikan diri dengan kehidupan sebagai orang yang diamputasi kakinya. Dirinya telah belajar untuk bergerak di kursi roda di rumahnya dengan tiga kamar dan menggunakan kruk saat berada di luar ruangan untuk menangani jalan yang tidak rata dan jalan setapak yang membentang di antara ladang hijau di kotapraja, Yangon.

Dia berharap untuk kembali ke pekerjaannya menangani perizinan kendaraan dengan otoritas transportasi jalan, ketika stabilitas akhirnya kembali.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement