REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyiapkan generasi masa depan yang sehat dan kuat perlu perhatian dari berbagai aspek, mulai dari edukasi, pola asuh, hingga asupan gizi. Hal sederhana yang dapat dilakukan untuk membuat mencetak anak hebat adalah memberikan sarapan sehat.
Asupan gizi yang baik dibutuhkan untuk mendukung kinerja fisik dan kognitif anak, terlebih sebelum kegiatan belajar. Zat gizi yang dibutuhkan salah satunya protein hewani yang dapat ditemui pada berbagai sumber pangan hewani seperti daging, telur ikan, ayam, dan susu.
Akan tetapi, data Riskesdas Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2018 mencatat prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada balita di Indonesia mencapai 17,7 persen. Selain malnutrisi, persoalan kebiasaan sarapan anak-anak di Indonesia juga masih minim.
Data Pergizi Pangan Indonesia bahkan mencatat 67 persen anak belum memperoleh sarapan yang berkualitas. Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof Dr drg Sandra Fikawati, mengatakan dalam kondisi tidak lapar, anak bisa lebih berkonsentrasi dan tidak mudah mengantuk saat belajar di sekolah.
Dengan begitu, mereka bisa menyerap pelajaran lebih baik dan mendapatkan berat badan lebih seimbang. Menurut dia anak yang tidak sarapan cenderung meningkatkan risiko anak banyak jajan dan pola makan tidak teratur sehingga berisiko mengalami obesitas. Oleh karena itu, diperlukan Gerakan Sarapan Sehat, dan harus disiapkan sebelum anak kembali masuk sekolah.
Prof Fika mengatakan, salah satu gizi penting dapat diperoleh dari susu. Susu mengandung berbagai zat gizi penting, mulai dari protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin. Susu juga mengandung hormon yang merangsang faktor pertumbuhan IGF-1.
"IGF-1 adalah yang paling berlimpah di tulang dan memfasilitasi pertumbuhan dengan meningkatkan penyerapan asam amino, yang terintegrasi menjadi protein baru di jaringan tulang," jelasnya.
Penelitian menemukan, kadar IGF-1 yang tinggi pada anak usia 2 tahun berkorelasi dengan tinggi badan dan asupan susu yang baik. Tak heran bila UNICEF menyatakan bahwa susu atau produk susu merupakan bagian penting dalam makanan anak, dan disarankan memberi satu atau dua gelas susu per hari untuk anak usia 1-2 tahun.
Prof Fika juga menekankan manfaat susu tak terbatas pada anak usia 1-2 tahun saja. Anak sekolah pun dapat memperoleh kebaikan susu. Pasalnya, susu praktis dan mudah disiapkan dan dikonsumsi, terlebih saat sarapan.
"Karena bentuknya cair, susu sangat praktis, mudah dikonsumsi, dan mudah dicerna atau diserap," ujar Prof Fika.
Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting)/TP2AK Stunting Deputi Dukungan Kebijakan Pemerataan Pembangunan dan Pembangunan Manusia, Setwapres Suprayoga Hadi, mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) sudah menggulirkan program gizi anak sekolah sejak 2016. Mengingat masih banyak anak yang tidak sarapan, program ini dinilai bisa mengoptimalkan asupan gizi anak, khususnya protein.
"Ini termasuk program yang akan dilanjutkan Kemendikbud. Dalam hal ini adalah sarapan di sekolah," ujar Suprayoga.
Dia mengatakan program ini memang belum jadi program nasional dan masih memprioritaskan anak-anak yang tinggal di wilayah rawan pangan, sebelum nantinya akan digerakkan secara nasional. Suprayoga menekankan pentingnya kepedulian dari pemerintah daerah dan desa.
Menurut dia, dana desa bisa dan cukup untuk menyediakan sarapan bagi anak PAUD. "Selain dana APBD, juga bisa dari dana APBS, untuk mendukung upaya menyediakan sarapan pada sekolah-sekolah. Mulai dari level PAUD, TK, sampai sekolah dasar," kata Suprayoga.