REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polisi perbatasan Israel secara paksa menahan seorang koresponden veteran untuk channel satelit Al Jazeera. Reporter tersebut ditahan ketika sedang melakukan reportase dari Yerusalem.
Reporter bernama tersebut Givara Budeiri ditahan selama beberapa jam oleh polisi perbatasan di area Sheikh Jarrah. Saat ditahan, Budeiri mengenakan pelindung tubuh dengan tulisan "press" atau pers yang jelas.
Budeiri lalu dilepaskan pada Sabtu (5/6). Selain menangkap paksa Budeiri, Al Jazeera juga mengungkapkan bahwa polisi perbatasan Israel juga menghancurkan peralatan milik kameramen Al Jazeera.
Akibat penahanan paksa ini, Budeiri mengalami patah tulang pada satu lengan. Saat ini, perempuan tersebut masih berada di bawah pengawasan dokter di Hadassah Hospital, Yerusalem.
Kepala Biro Yerusalem untuk Al Jazeera Walid Omary mengatakan Budeiri merupakan koresponden yang biasa melakukan reportase dari Sheikh Jarrah. Budeiri juga telah terakreditasi oleh Kantor Pers Pemerintah Israel.
Saat kejadian penahanan paksa, Budeiri sedang melakukan reportase mengenai aksi protes duduk yang dilakukan warga Palestina di wilayah tersebut. Setelah itu, Omary mengatakan polisi perbatasan Israel meminta ID Budeiri. Budeiri lalu mengungkapkan bahwa ID miliknya ada di mobil dan menawarkan diri untuk menghubungi supirnya agar sang supir bisa mengantarkan ID tersebut.
Akan tetapi, Omary mengatakan pihak polisi perbatasan menolak hal tersebut. Mereka justru berteriak dan mendorong Budeiri. Budeiri meminta polisi perbatasan untuk tidak menyentuhnya. Namun para polisi lalu memborgol Budeiri dan mendorongnya masuk ke dalam kendaraan polisi perbatasan.
"Mereka menyerang jurnalis-jurnalis di Yerusalem barat karena mereka tidak ingin para jurnalis terus meliput apa yang terjadid i dalam Sheikh Jarrah," pungkas Omary, seperti dilansir AP News, Ahad (6/6).
Acting Director General Al Jazeera Mostefa Souag mengecam tindakan para polisi perbatasan tersebut. Souag menilai para polisi secara sistematik menarget para jurnalis.
"Itu merupakan pelanggaran total terhadap semua konvensi internasional," papar Souag.
Souag menilai Israel berupaya untuk membungkam para jurnalis dengan cara yang sistematik. Sebelum penahanan paksa terhadap Budeiri terjadi, Souag mengatakan Israel juga menghancurkan gedung yang menjadi kantor dari dua kantor berita yaitu Al Jazeera dan Assocated Press di Gaza.
Israel mengatakan mereka melakukannya karena mendapati adanya operasi intelijen militer Hamas di gedung tersebut. Akan tetapi, pihak Associated Press mengungkapkan bahwa tak ada indikasi mengenai keberadaan Hamas di gedung tersebut. Mereka juga meminta dilakukannya investigasi independen.