REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari, menilai wacana duet Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)-Airlangga Hartarto tidak akan terealisasi. Ia juga menyebut wacana yang dilontarkan DPP Partai Demokrat sebagai sebuah halusinasi. Terlebih, menyebut duet Ketum Demokrat AHY dengan Ketum Golkar Airlangga untuk mengulang kejayaan duet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusul Kalla (JK).
“Sebetulnya agak halusinasi ya kalau menyebut AHY dengan Airlangga itu mengulangi kejayaan SBY dan JK. Karena, elektabilitas SBY itu jauh beda dengan SBY pada 2004 lalu,” tutur Qodari, Selasa (8/6).
Qodari memperkirakan peluang menang duet AHY-Airlangga juga berat. Menurutnya, duet itu justru membuat Partai Golkar kasihan. Sebab, Golkar saat ini memiliki kursi terbanyak kedua di DPR, sementara popularitas AHY dinilainya tanggung. Hal itu akan membuat kursi Golkar menjadi sia-sia.
“Partai Golkar lebih baik mengusung Airlangga Hartarto sendiri sebagai calon presiden,” ujarnya. Menurutnya, kalaupun Airlangga maju sebagai calon wakil presiden, harus dipasangkan dengan calon presiden yang popularitasnya sangat tinggi. Misalnya dengan Presiden Joko Widodo, jika masa jabatan presiden dibolehkan tiga periode.
“Tapi, kalau AHY dengan Airlangga, kasihan Pak Airlangganya, kasihan Partai Golkarnya. Elektabilitasnya jauh,” ujar Qodari menegaskan.
Ia menambahkan, belum lagi bicara soal pengalaman antara AHY dan Airlangga. Qodari mengatakan, pengalaman Airlangga di pemerintahan jauh lebih banyak dibandingkan AHY. Bahkan, AHY disebutnya belum pernah menjadi anggota DPR, menjadi menteri, atau kepala daerah.
“Jadi, kualitatifnya nggak ketemu, kuantitatifnya juga nggak ketemu. Maaf ya, kenceng nih, halu banget soalnya,” ujar Qodari.
Menurut Qodari, AHY tidak bisa dibandingkan dengan sang ayah, SBY. Menurutnya, dari segi karier militer, SBY sudah jenderal, dari sisi pengalaman di pemerintahan, SBY juga menjabat menteri. Dari segi elektabilitas, juga berbeda jauh antara SBY dan AHY.