REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Kalangan perajin batik di Desa Candirejo, Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, menyatakan permintaan produk mereka semakin menurun bahkan sepi selama pandemi COVID-19. Perajin batik warga Desa Candirejo, Kecamatan Borobudur Sariyati (37) di Magelang, Selasa (8/6), menyampaikan hingga sekarang usahanya masih sepi karena tidak ada wisatawan yang datang.
Perajin batik di Desa Candirejo menggunakan pewarna alam yang dibuat sendiri, antara lain menggunakan pewarna dari daun singkong, kulit rambutan, dan daun jambu. Harga kain batik dengan pewarna alam ini berkisar Rp800 ribu hingga Rp2,5 juta per lembar.
Menurut dia, selama pandemi ini seandainya ada wisatawan yang datang mereka hanya belajar membatik di sapu tangan yang sudah menjadi satu paket dalam kunjungan, jarang sekali mereka membeli kain batik.
"Selama pandemi ini dalam satu bulan hanya laku satu hingga dua lembar kain batik. Padahal, sebelum pandemi dalam satu minggu saja bisa laku puluhan lembar kain batik," katanya.
Perajin batik yang lain, Atik (45), mengatakan, dampak pandemi sangat dirasakan perajin batik di Desa Candirejo. "Untung para perajin batik di sini mempunyai pekerjaan yang lain, seperti bertani, berdagang, dan mengelola home stay sehingga tetap bisa bertahan selama pandemi ini," katanya.
Menurut dia sebelum pandemi usaha membatik sangat membantu untuk menambah pendapatan keluarga, karena sebelum pandemi banyak kunjungan tamu dari luar negeri, kalau sekarang benar-benar sepi. Ia menuturkan sebelum pandemi pada hari libur bisa menerima 10 kedatangan. Biasanya yang kunjungan perorangan tertarik untuk membeli kain batik, sedangkan kunjungan dalam rombongan besar biasanya membuat sapu tangan batik karena sudah termasuk dalam paket kunjungan."Turis asing biasanya suka dengan batik dengan pewarna alam ini," katanya.