REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan menanggapi isu miring soal Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden yang terdapat dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Ia memberikan pandangannya terkait perbedaan kritik dan penghinaan terhadap kepala negara.
Irfan menyadari sebagian publik menanggapi negatif pasal tersebut karena seolah akan menjerat mereka yang kritis terhadap pemerintah. Ia mengklarifikasi perbedaan antara kritik dan penghinaan.
"Kritik dengan fitnah itu berbeda, yang diusulkan itu kan konteksnya penghinaan. Penghinaan itu kan kita tekankan bersifat tendensius, negatif dan bisa jadi dilakukan dengan kesengajaan yang dilakukan. Beda dengan kritik," kata Irfan kepada Republika.co.id, Selasa (8/6).
Irfan meyakini sebuah kritik disampaikan berikut dengan solusi dan masukannya. Menurutnya, kritik juga berasal dari data, fakta dan ada perbaikan yang diinginkan pengkritik.
"Ada nilai positif dan konstruktif dari si pengkritik. Itu sifatnya kritik. Kalau penghinaan kan enggak begitu, lebih cenderung pada tendensius, dilakukan dengan sengaja, ada niat dan bisa dilakukan terus menerus," ujar mantan timses Jokowi-Ma'ruf itu.