Selasa 08 Jun 2021 21:01 WIB

Pendapat Para Musisi Soal GOR Saparua Bandung

GOR Saparua Bandung sangat lekat dengan musik sejak 1963.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Nora Azizah
Film dokumenter Gelora Magnumentary: Saparua yang merupakan rangkaian program Distorsi Keras direncanakan tayang awal Juni 2021.
Foto: Dok Rich Music
Film dokumenter Gelora Magnumentary: Saparua yang merupakan rangkaian program Distorsi Keras direncanakan tayang awal Juni 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski kini sudah berfungsi sesuai namanya, dahulu Gelanggang Olahraga (GOR) Saparua di Kota Bandung sangat lekat dengan musik. Pertunjukan musik berbagai genre dan aksi seni budaya kerap dihelat di sana.

Sinema dokumenter Gelora: Magnumentary of Gedung Saparua besutan Rich Music dan Hazed Production mengungkap lebih dalam soal itu. Film turut menyoroti Saparua yang jadi saksi perkembangan musik rock dan metal.

Baca Juga

Pergerakan komunitas serta pelaku musik underground tidak lepas dari GOR Saparua. Meskipun, musisi berbagai genre juga pernah manggung di sana sejak 1963, begitu pula siswa sekolah lewat pentas seni dan acara lain.

Gitaris sekaligus vokalis grup musik Rocket Rockers, Aska Pratama, sudah sejak lama dekat dengan GOR Saparua. Semula, dia hanya mendengar tentang lokasi tersebut, lantas beranjak menjadi penonton.

Setelah merasakan langsung euforia pertunjukan musiknya, Aska kian merasa akrab. Lambat laun dia bisa mengakses area belakang panggung untuk berjumpa para musisi, sampai akhirnya berkesempatan tampil di panggung GOR Saparua bersama grup musiknya dengan band lain lintas genre.

Aska menganggap film dokumenter Gelora: Magnumentary of Gedung Saparua sangat baik untuk memberi wawasan kepada publik. Penonton bisa tahu lebih banyak tentang Saparua dan sejarah perkembangan musik di Bandung.

Begitu pula untuk generasi muda yang berminat hidup dari dunia musik. "Ambil semangatnya, positive vibe, bisa jadi acuan tentang semangat kolektif pada masa itu. Gua punk, Anda metal, enggak ada bedanya," ujar Aska.

Vokalis Seringai, Arian 13, menyatakan salut dengan perkembangan dan jejaring musisi yang berkembang di Saparua. Bukan hanya dia yang berpendapat demikian, tapi juga salah satu rekan musisinya asal Inggris yang datang ke Bandung di 1990-an.

Arian bercerita, kawannya itu takjub dengan antusiasme penikmat musik di Saparua. Kala itu, pertunjukan musik di Saparua bisa mencapai 5.000-7.000 pengunjung dalam satu kali kesempatan, yang disebut kawannya setara dengan festival besar di Inggris. Padahal, kapasitas gedung hanya 3.000-4.000.

"Gerakan independen Saparua ada networking band berbagai genre. Banyak yang jadi pemain band, ada juga yang akhirnya menjadi EO, label, yang terjadi di Bandung sangat solid di era itu," tuturnya.

Ebenz, gitaris band Burgerkill, jujur menyampaikan tidak berharap GOR Saparua menjadi gedung pertunjukan seperti dulu. Dia menganggap era ketika musik meraja di tempat itu mungkin memang tak dapat terulang lagi.

Setidaknya, Ebenz berharap tempat bersejarah itu dapat ditetapkan menjadi cagar budaya yang representatif bagi Kota Bandung. "Perawatannya masih make up luar, (di dalam) kayu-kayunya masih rapuh," kata Ebenz. 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement