REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, mengatakan, Indonesia akan sulit mencapai swasembada daging sapi jika tak punya industri breeding atau pembiakan sapi. Hingga saat ini, Indonesia masih dibantu impor sapi bakal dan dilanjutkan dengan penggemukan di dalam negeri.
"Kita harus mulai kembangkan industri pengembangbiakan sapi karena akan sangat sulit dan mustahil kita swasembada tanpa itu," kata Khudori dalam sebuah webinar, Rabu (9/6).
Khudori mengatakan, pemerintah semestinya masih bisa mengkaji berbagai potensi yang ada untuk menghidupkan industri breeding khusus sapi. Salah satu opsi yang bisa dipertimbangkan yakni penggunaan lahan tambang maupun perkebunan kelapa sawit yang digabung dengan kawasan peternakan.
Hal lain yang dinilai menjadi dasar perlunya industri breeding karena sebagian peternak sapi di Indonesia menjadikan ternaknya hanya sebagai sambilan. Dengan kata lain, ternak sapi akan dijual ketika pemiliknya membutuhkan uang.
Padahal, pasar membutuhkan pasokan sapi yang stabil demi menjaga terpenuhinya permintaan konsumen. Situasi yang tidak imbang itu alhasil membuat rentan terjadi gejolak karena struktur peternakan yang tidak ideal. "Sementara untuk impor saat ini juga tidak mudah," kata dia.
Khudori pun menilai, berharap pada impor sapi bakal tak bisa diandalkan selamanya. Pasalnya, Australia yang selama ini menjadi pemasok utama daging sapi maupun sapi bakalan ke Indonesia tengah mengalami masalah produksi.
Ia mencatat, realisasi impor sapi bakalan misalnya yang biasa mencapai 600 ribu ekor per tahun, pada 2020 hanya tinggal 400 ribu ekor. Masih terdapat kecenderungan melambat pada tahun ini.
"Kalau kondisinya terus begini dan tidak bisa ditanggulangi, akhirnya (selisih) antara produksi (sapi lokal) dan konsumsi akan semakin melebar," katanya.