REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan ratusan sanksi AS yang ditetapkan untuk Iran akan tetap berlaku. Ketetapan itu terjadi bahkan jika AS bergabung kembali dengan perjanjian nuklir.
"Saya akan mengantisipasi bahkan jika kembali mematuhi Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), ratusan sanksi tetap berlaku, termasuk sanksi yang dijatuhkan oleh pemerintahan Donald Trump," ujar Blinken pada sidang Senat dikutip dari laman Al Arabiya, Rabu (9/6).
Pemerintahan Presiden Joe Biden sebelumnya terlibat dalam pembicaraan tidak langsung dengan Iran tentang kemungkinan kembalinya AS ke perjanjian nuklir 2015 atau JCPOA. AS menarik diri secara sepihak di bawah presiden Donald Trump pada 2018.
"Jika mereka tidak konsisten dengan JCPOA, mereka (sanksi) akan tetap ada kecuali sampai perilaku Iran berubah," kata Blinken.
Diskusi di Wina, yang ditengahi oleh para diplomat Eropa, tidak menemui titik terang dalam perselisihan tentang sanksi mana yang akan dicabut. Pemerintahan Biden siap untuk mengakhiri tindakan besar-besaran yang diberlakukan oleh Trump, termasuk upaya untuk menghentikan semua ekspor minyak Iran.
Tindakan pengakhiran sanksi Biden dapat dilakukan jika AS membalikkan langkah-langkah menjauh dari kesepakatan nuklir yang diperlukan untuk memprotes sanksi pemerintahan terakhir. Namun Iran bersikeras pada penghapusan semua sanksi.
Sementara Biden juga bersikeras beberapa sanksi akan tetap ada jika dikenakan karena masalah lain, termasuk hak asasi manusia dan dukungan Iran untuk gerakan ekstremis. Blinken menegaskan kembali dukungan untuk kembali ke perjanjian nuklir, yang menurut inspektur PBB telah dipatuhi Iran sebelum Trump menarik AS dari perjanjian tersebut.
"Jelas dan sederhana, kami akan berada di tempat yang lebih baik untuk bersikeras menjawab pertanyaan-pertanyaan itu jika kami berhasil membuat Iran kembali mematuhi JCPOA dan jika kami adalah bagian darinya juga," ujar Blinken ketika ditanya soal kekhawatiran Iran tidak mendeklarasikan semua kegiatan dari sebelum kesepakatan nuklir.
"Namun terlepas dari itu, hal itu perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul. Dan perlu diluruskan tentang kegiatan masa lalu," tutup Blinken.