REPUBLIKA.CO.ID, SAINT PETERSBURG -- Delapan pilar putih menjulang kokoh di atas Stadion Krestovsky. Kedelapan pancang itu mempertegas karakter kuat dalam stadium yang juga dikenal sebagai Gazprom Arena, sosok sponsor utama berdirinya 'kuil' yang dahulu diklaim merupakan rumah bagi Tsar Rusia.
Saint Petersburg dulunya dikenal dengan nama Leningrad, kemudian sempat berubah lagi menjadi Petrograd. Saint Petersburg merupakan kota terbesar kedua di Rusia. Terletak di sebelah Sungai Neva dekat dengan Laut Baltik, kota ini adalah rumah bagi lebih dari 5 juta penduduk. Ini adalah kota paling utara di dunia, yang didirikan oleh Peter Agung dan dinamai menurut nama Santo Petrus.
Krestovsky merupakan markas dari klub peraih gelar juara Liga Primer Rusia dalam tiga musim terakhir, Zenit Saint Petersburg. Stadion yang terletak dekat dengan Istana Musim Dingin the Hermitage, dan Katedral St Isaac's milik umat Kristen Ortodoks itu mempunyai terpilih jadi bagian dari venue gelaran Piala Eropa 2020.
Gazprom Arena pun Krestovsky sejatinya dimiliki oleh pemerintah Kota Saint Petersburg, dan pemerintah setempat pun induk olahraga sepak bola Rusia akan dengan senang bisa menjadi bagian tuan rumah pertandingan Euro 2020 untuk grup B dan Grup E serta satu pertandingan babak perempatfinal.
Sebentar, mengulang kata Gazprom dari paragraf awal sepertinya terasa sensitif di telinga masyarakat Eropa. Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir perusahan tersebut kerap mendapat banyak kecaman dari penduduk Benua Biru, khususnya Greenpeace selaku NGO yang bergerak di bidang lingkungan hidup.
Gazprom sendiri merupakan sebuah perusahaan gas terbesar di Rusia yang dikelola oleh pemerintah Rusia atau dengan kata lain, badan usaha milik negara (BUMN) milik Negeri Beruang Merah. Bahkan, di benua Eropa, Gazprom telah menancapkan kukunya di seluruh pernak pernik sepak bola Benua Biru.
Layaknya politik, Gazprom melihat ceruk keuntungan untuk melebarkan perusahaan minyaknya ke belantara Eropa dengan mendanai berbagai industri sepak bola Benua Biru. Bahkan pada beberapa tahun silam mereka sukses menyelamatkan salah satu tim besar Bundesliga Jerman, FC Schalke 04 dari kebangkrutan.
Sang kapitalis tentu bukan tanpa tujuan mengulurkan tangannya untuk menyelamatkan the Royal Blues, julukan Schalke. Pasalnya, Kota Gelsenkirchen, yang merupakan ibu kandung dari kelahiran Schalke tersebut berada di lembah Ruhr, sebuah kota industri minyak terbesar di Jerman dan sangat berdekatan dengan kota Rehden yang juga merupakan sebuah pangkalan minyak bagi kota-kota lain di Eropa dan Jerman sekaligus gudang minyak terbesar di Eropa Barat.
Sukses mengakuisisi Schalke dan mengorbitkan produknya ke berbagai kota di Eropa Barat, Gazprom sendiri berhasil mengikat sebuah tim yang berbasis di Zenit, Saint Petersburg.
Setali tiga uang, tujuan yang sama juga dimiliki Gazprom saat menduduki tim berjuluk Sine-Belo-Golubye, memoles tim untuk lebih berprestasi dan kembali menguasai keran minyak untuk kepentingan bisnis mereka.
Benang merah dari hegemoni Gazprom di lapangan hijau selaras dengan kemegahan Stadion Krestovsky. Krestovsky sendiri memiliki kapasitas penonton yang cukup banyak. Pertama kali didirikan pada 2008 lalu, Stadion Krestovsky tercatat bisa menampung sebanyak 68.134 penonton.
Pada gelaran Piala Dunia 2018 lalu, Gazprom Arena menjadi stadion terbesar kedua di ajang tersebut. Kapasitas stadion ini hanya kalah dari Luzhniki Stadium yang memiliki kapasitas 78.011 penonton.
Pembangunan stadion ini telah dimulai pada 2008. Akan tetapi, karena alasan keuangan pengerjaan Krestovsky Stadium baru rampung pada April 2017. Krestovsky resmi dibuka pada 22 April 2017 dan memiliki kapasitas yang bervariasi. Melihat bentuk bangunannya, Krestovsky sekilas terlihat seperti kapal luar angkasa atau kapal alien.
Untuk diketahui, Krestovsky dibangun oleh arsitektur ternama Jepang, Kisho Kurokawa. Pria yang telah tutup usia pada 12 Oktober 2007 berusia 73 tahun itu terinspirasi dengan kapal luar angkasa yang mendarat di pinggiran pantai Finlandia. Tak ayal bentuk Krestovsky begitu elegan dan indah di malam hari, layaknya karya lain Kurokawa yaitu Stadion Toyota di Jepang.