Kamis 10 Jun 2021 12:12 WIB

Pasal Penghinaan Presiden RKUHP Beda dengan Putusan MK

‘Indonesia akan jadi negara liberal kalau penghinaan presiden dibiarkan.’ 

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ratna Puspita
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/6). Rapat tersebut membahas rencana kerja bidang legislasi di tahun 2021 dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana prioritas kerja Kementerian Hukum dan HAM tahun 2021 di bidang pemasyarakatan dan keimigrasian.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/6). Rapat tersebut membahas rencana kerja bidang legislasi di tahun 2021 dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana prioritas kerja Kementerian Hukum dan HAM tahun 2021 di bidang pemasyarakatan dan keimigrasian.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, pasal penghinaan kepala negara di RKUHP saat ini berbeda dengan pasal sejenis yang pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Dia mengatakan, saat ini pasal tersebut menjadi delik pelaporan.

"Pasal ini berbeda dengan apa yang diputuskan Mahkamah Konstitusi. Sekarang kan bedanya dia menjadi delik aduan," kata Yasonna dalam keterangan, Kamis (10/6).

Baca Juga

Menurutnya, Indonesia akan menjadi negara yang sangat liberal kalau penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dibiarkan. Pemerintah, sambung dia juga akan terus menyosialisasikan RKUHP tersebut ke masyarakat. 

"Soal RUU KUHP, saat ini sudah diadakan roadshow ke sebelas daerah, terakhir di Jakarta dan mendapat respons positif dari masyarakat. Bahwa ada perbedaan pendapat, itu adalah sesuatu yang lumrah," katanya.

Sebelumnya, draf RUU KUHP menjadi perbincangan akibat keberadaan pasal penghinaan kepala negara. Hal ini tertuang dalam Bab II Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden Bagian Kedua Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam pasal 218 ayat 1 disebutkan: Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3(tiga) tahun 6(enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Sementara pasal 219 berbunyi: Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement