REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Fintech Society (IFSoc) menilai, regulator perlu menyesuaikan kebijakannya seiring bertambahnya perusahaan teknologi yang melakukan initial public offering (IPO).
Steering Committee IFSoc, Rudiantara, menyampaikan, IFSoc mendukung langkah Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam merancang penyesuaian kebijakan untuk mengakomodasi perusahaan teknologi berskala unicorn dan decacorn melakukan IPO di Indonesia. Ia ikut mendukung inisiatif papan akselerasi dari BEI untuk perusahaan teknologi non-unicorn agar mendapatkan akses pendanaan yang lebih terbuka baik dari investor dalam negeri maupun asing.
IFSoc menyoroti beberapa isu yang memerlukan penyesuaian kebijakan. Antara lain banyaknya perusahaan teknologi dengan bottom line yang belum mencatatkan laba dan tanpa tangible assets bernilai besar seperti perusahaan konvensional tapi memiliki pertumbuhan bisnis yang tinggi.
IFSoc berpandangan, BEI dan regulator terkait dapat menyesuaikan parameter bagi eligibilitas perusahaan teknologi untuk melakukan IPO. Parameter tersebut terkait performa bisnis, keuangan, serta tangible assets.
"Namun, tetap memperhatikan aspek kesetaraan bagi perusahaan konvensional," kata Rudiantara, kemarin.
Selain itu, perusahaan teknologi juga memiliki karakteristik untuk melakukan fundraising atau rights issue dengan intensitas yang cukup tinggi. Sehingga diperlukan penyesuaian kebijakan yang dapat mengakomodasi rights issue perusahaan teknologi secara periodik dengan intensitas yang wajar.
Hal ini menimbulkan konsekuensi bagi investor minoritas di mana kepemilikan saham mereka akan terdilusi dengan dilakukannya rights issue. Menurut IFSoc, penyesuaian kebijakan ini harus tetap mengedepankan keberpihakan kepada investor minoritas.