REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan staf ahli bidang komunikasi eks menteri sosial (mensos) Juliari Peter Batubara, Kukuh Ariwibowo, menyatakan tidak mengetahui adanya permintaan fee kepada mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemensos Matheus Joko Santoso dan juga Adi Wahyono. Hal ini disampaikan Kukuh saat bersaksi untuk terdakwa Juliari Peter Batubara saat persidangan di Tipikor pada Rabu (9/6).
Awalnya, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Muhammad Damis menanyakan perihal pengetahuan Kukuh terkait adanya permintaan fee dari Juliari Peter Batubara, dalam pengadaan bantuan sosial (bansos) sembako penanganan Covid-19, untuk wilayah Jabodetabek tahun anggaran 2020.
"Tidak ada," kata Kukuh saat bersaksi untuk terdakwa Juliari Peter Batubara di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Kepada Hakim, Kukuh juga menyatakan tidak pernah menerima uang dari Joko maupun Adi terkait komitmen fee pengadaan bansos sembako.
"Apakah saudara pernah menerima setoran uang dari Matheus Joko maupun Adi Wahyono?," cecar Hakim Damis.
"Tidak pernah," klaim Kukuh.
Meski demikian, Kukuh mengakui pernah menghadap Juliari bersama dengan Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono di ruang kerja menteri. Dalam kesempatan itu, Kukuh tak menampik Juliari menanyakan soal progres penyaluran bansos.
"Beliau menanyakan progres penyaluran sembako dan percepatannya," ujar Kukuh.
Dalam sidang ini juga, sejumlah vendor pengadaan bansos penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek bersaksi untuk terdakwa Juliari. Mereka mengaku pernah memberikan uang kepada mantan PPK Kemensos Matheus Joko Santoso.
Para vendor tersebut adalah Direktur PT Andalan Pesik International, Rocky Josep Pesik; Direktur PT Global Tri Jaya, Raj Indra Singh; Direktur PT Total Abadi Solusindo, Mochamad Iqbal; dan Direktur PT Era Nusantara Prestasi sekaligus pemilik CV Nurali Cemerlang, Go Erwin.
Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis mencecar para vendor terkait dugaan pemberian komitmen fee kepada pejabat Kemensos Matheus Joko Santoso. Hal ini pun diakui oleh Direktur PT Andalan Pesik International, Rocky Josep Pesik, yang mengaku pernah memberikan uang senilai Rp 150 juta, yang diberikan secara bertahap.
"Iya, tiga kali, (masing-masing) 50 juta," ungkap Rocky.
Hal serupa juga diakui oleh Direktur PT Global Tri Jaya, Raj Indra Singh. Dia menyampaikan memberikan uang sebesar Rp 100 juta kepada Matheus Joko Santoso. Uang itu diminta Joko untuk membantu administrasi.
"Saat itu saya selesai paket (bansos) ketujuh saya terus diminta beliau (Joko) bantu anak-anak, untuk adminstrasi. Saya serahkan satu kali," ucap Raj.
Selain itu, Direktur PT Total Abadi Solusindo Mochamad Iqbal juga mengakui pernah memberikan uang kepada dua pejabat Kemensos, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sejumlah Rp 400 juta. Diketahui, Matheus dan Adi juga merupakan terdakwa dalam perkara ini.
"Saya diminta kontribusi untuk kegiatan di Kemensos oleh Adi dan Joko, (mereka) enggak minta Rp 400 juta hanya diminta kontribusi, tidak disebutkan jumlahnya, itu hanya sisa dana pribadi saya yang mulia," tegas Iqbal.
Juliari didakwa menerima suap uang sebesar Rp 32 miliar melalui Plt Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kemensos, Adi Wahyono, yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan Bansos Covid-19, Matheus Joko Santoso.
Adapun, rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko yakni, berasal dari Konsultan Hukum, Harry Van Sidabukke, senilai Rp1,28 miliar. Kemudian, dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja, sejumlah Rp1,95 miliar, serta sebesar Rp 29,252 miliar berasal dari para pengusaha penyedia barang lainnya.
Atas perbuatannya, Juliari Batubara didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.