Kamis 10 Jun 2021 17:49 WIB

Sejumlah Fakta Terkini Terkait Varian Delta Covid-19 

Varian Covid-19 yang disebut Delta kini menjadi sorotan para pakar kesehatan global.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Nora Azizah
Varian Covid-19 yang disebut Delta kini menjadi sorotan para pakar kesehatan global.
Foto: Republika
Varian Covid-19 yang disebut Delta kini menjadi sorotan para pakar kesehatan global.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Varian Covid-19 yang disebut Delta kini menjadi sorotan para pakar kesehatan global. Pendiri Scripps Research Translational Institute, Eric Topol, menyebut varian itu sebagai yang terburuk dari jenis virus Covid-19 lain yang teridentifikasi.

Sekretaris Kesehatan Inggris Matt Hancock juga mengatakan pada salah satu jumpa pers mengenai bahaya varian Delta. Varian itu 40 persen lebih mudah menular dibanding varian orisinal SARS-CoV-2 yang mengemuka di awal masa pandemi. 

Baca Juga

Dengan nama lain B.1.617.2, varian Delta pertama kali teridentifikasi di India pada Desember 2020. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular Amerika Serikat (CDC) menyebutnya sebagai mutasi atau subvarian dari varian B.1.617, sehingga dijuluki mutan ganda.

"Saat virus bermutasi dan berkembang, mereka terlihat seperti silsilah keluarga. Subvarian khusus ini telah menjadi malapetaka di India," kata pakar penyakit menular dan profesor kedokteran di University at Buffalo/SUNY, John Sellick.

Setelah India, varian itu menyebar ke seluruh dunia, termasuk AS yang mengonfirmasi adanya enam persen varian Delta dari keseluruhan kasis Covid-19 di negaranya. Tentu sulit menentukan kapan pertama kali virus itu menular ke sana.

Awal pekan ini, pakar penyakit menular nasional AS Anthony Fauci mewanti-wanti warganya agar mewaspadai varian Delta. Fauci menyoroti bahwa varian itu tampaknya terkait dengan peningkatan keparahan penyakit dibandingkan Covid-19 awal.

Varian Delta begitu mengkhawatirkan sebab memiliki beberapa mutasi pada protein lonjakan SARS-CoV-2, sehingga dapat menyebar lebih mudah daripada bentuk virus lainnya. CDC secara khusus mengatakan varian ini berpotensi mengurangi efektivitas vaksin melawan virus.

Potensi masalah lain dari varian Delta yakni risikonya pada kaum muda, termasuk bagi rentang usia yang belum memenuhi syarat untuk vaksin Covid-19. Terlebih, suatu varian virus memiliki kemampuan bertahan hidup serta dapat dengan cepat mengambil alih dan menjadi strain di suatu wilayah.

Dokter spesialis penyakit menular William Schaffner membandingkan Delta dengan B.1.351 (sekarang disebut Beta) yang awalnya terdeteksi di Afrika Selatan. Ada kemungkinan varian Delta bisa kembali menyerang pasien yang sudah divaksinasi.

Gejala varian Delta lebih banyak terlihat dalam wujud gangguan pencernaan, termasuk diare, sakit perut, kehilangan nafsu makan, dan mual. Selain itu, pasien juga diminta mewaspadai gejala lazim Covid-19 lainnya.

Beberapa di antaranya adalah demam, kedinginan, batuk, sesak napas atau sulit bernapas, kelelahan, nyeri otot, dan sakit kepala. Bisa pula berupa kehilangan indra perasa dan penciuman, sakit tenggorokan, pilek, dan hidung tersumbat.

Untungnya, vaksin yang kini beredar masih efektif melawan varian Delta. Meskipun, varian Covid-19 dengan mutasi L452R, yang dimiliki Delta, dapat menyebabkan penurunan dua kali lipat dalam titer penetralisir pada pasien yang terinfeksi.  

Tingkat penurunan protektivitas vaksin Covid-19 terhadap varian Delta belum diketahui secara jelas. Meski demikian, William Schaffner yang juga merupakan profesor di Vanderbilt University School of Medicine mengingatkan khalayak agar selalu optimistis dan melakukan langkah pencegahan yang memungkinkan.

"Jika varian ini sebagian dapat menghindari perlindungan vaksin, semakin banyak orang yang divaksinasi maka semakin kecil kemungkinannya untuk menyebar," ujar Schaffner, dikutip dari laman Health, Kamis (10/6).

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement