REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memacu sektor Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) agar dapat berkontribusi lebih signifikan bagi perekonomian nasional. Berbagai program dan kebijakan telah dijalankan guna mendongkrak performa sektor strategis tersebut.
“Kinerja ekspor dari sektor ILMATE masih menjadi primadona di tengah situasi yang tidak menentu akibat pandemi Covid-19. Diharapkan, kontribusinya mampu mengakselerasi upaya pemulihan ekonomi nasional,” kata Direktur Jenderal ILMATE Kemenperin Taufiek Bawazier di Jakarta, Kamis (10/6).
Pada kuartal I 2021, nilai ekspor sektor ILMATE menembus angka 12,4 miliar dolar AS. Angka itu naik sebesar 27 persen dibandingkan nilai pengapalan tahun sebelumnya yang mencapai 9,7 miliar dolar AS.
Selain itu, nilai investasi sektor ILMATE juga terus menunjukkan tren positif, dengan nilai penanaman modal periode kuartal I 2021 sebesar Rp 40,361 triliun. “Industri logam masih menjadi kontributor terbesar, baik dalam nilai ekspor dan nilai investasi, dengan nilai ekspor 5,6 miliar dolar AS dan nilai investasi sebesar Rp 27,68 triliun,” ujar Taufiek.
Demi membangkitkan kembali gairah usaha para pelaku industri di Tanah Air, kata dia, Kemenperin telah mengeluarkan jurus substitusi impor 35 persen pada 2022. Langkah ini dijalankan secara simultan dengan peningkatan utilisasi produksi, mendorong pendalaman struktur industri, dan peningkatan investasi.
“Sektor ILMATE sendiri memiliki target menurunkan impor sebesar Rp 37,28 triliun hingga 2022, dari total 106 nomor HS (komoditi), mulai dari logam, kendaraan bermotor, sepeda, peralatan elektronik maupun alat kesehatan,” tutur Taufiek. Pada 2020, penurunan impor di sektor ILMATE mencapai Rp 21,01 triliun.
Adapun beberapa langkah strategis yang sedang diupayakan oleh Kemenperin guna memacu substitusi impor tersebut , antara lain terkait Minimum Import Price (MIP), baik kuota impor maupun perizinan impor. Kemudian, penerapan Pre-Shipment Inspection pada produk impor, serta pengaturan entry point pelabuhan untuk komoditi tertentu, dan diarahkan ke Pelabuhan di luar Jawa.
Berikutnya, melakukan pembenahan LSPro, mengembalikan kebijakan post border ke kebijakan border dan melakukan rasionalisasi Pusat Logistik Berikat. Kemudian menaikkan tarif MFN bagi komoditi yang tinggi nilai impornya dan telah ada industrinya di dalam negeri, serta menaikkan implementasi Trade Remedies.
“Selain itu, perlu dilakukan penerapan kebijakan P3DN secara tegas, pemberlakuan SNI Wajib dan Technical Barrier to Trade (TBT), serta pengenaan bea keluar untuk beberapa komoditi primer. Ini bertujuan menjamin ketersediaan bahan baku di dalam negeri,” tutur dia.
Taufiek optimistis, berbagai langkah strategis tersebut dapat menekan dan menurunkan nilai impor industri manufaktur, termasuk sektor ILMATE. Bahkan mampu mendorong penguatan daya saing dan kemandirian sektor industri nasional.
“Kami yakin, dengan terus melakukan berbagai upaya setrategis dan kerja sama yang dibangun dengan berbagai pihak, target penurunan impor 35 persen hingga 2022 dapat tercapai,” tegasnya. Beberapa waktu lalu, kata dia, dilaksanakan forum sinergitas sebagai upaya merumuskan langkah-langkah percepatan program substitusi impor 35 persen pada 2022, yang melibatkan seluruh stakeholder terkait seperti dari pihak asosiasi, industri, pemerintah, dan BUMN.
“Forum ini juga diharapkan dapat menjalin sinergi dalam upaya program penyerapan produk dalam negeri pada proyek pemerintah dan BUMN. Hal itu merupakan salah satu strategi utama substitusi impor,” ujar dia.