REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Setara Institute, Hendardi, menyarankan jika ada pihak yang merasa dirugikan terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN, sebaiknya menempuh jalur hukum daripadai membangun opini. Sebab, menurutnya sudah saatnya polemik terkait TWK dihentikan.
"Sudah waktunya polemik dan manuver politik pihak yang tidak lulus TWK ini dihentikan karena tidak produktif dan tersedia mekanisme hukum PTUN untuk memperjuangkan aspirasi mereka," kata Ketua Setara Institute Hendardi dalam keterangan tertulis, Kamis (10/6).
Hendardi menilai seyogyanya lembaga-lembaga seperti Komnas HAM dan lainnya tidak mudah terjebak untuk terseret dalam kasus yang kendati cepat populer, tapi bukan merupakan bagian mandatnya dan membuang-buang waktu. Dia berpendapat bahwa hukum itu adalah mekanisme bernegara dan demokratis yang tersedia.
Menurutnya, pemanggilan Komnas HAM terhadap pimpinan KPK dan BKN juga tidak tepat. Hendardi melanjutkan, TWK yang diselenggarakan KPK melalui vendor BKN dan beberapa instansi terkait yang profesional adalah semata urusan administrasi negara yang masuk dalam lingkup hukum tata negara (HTN). TWK merupakan perintah undang-undang dalam rangka alih tugas pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara.
"Jika ada penilaian miring atas hasil TWK ini mestinya diselesaikan melalui hukum administrasi negara, bukan wilayah hukum HAM, apalagi pidana. Pemanggilan Komnas HAM terhadap pimpinan KPK dan BKN ingin mengesankan seolah ada aspek pelanggaran HAM," ujar Hendardi.