REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Juru bicara Taliban mengatakan, Turki harus menarik pasukannya dari Afghanistan. Hal itu berdasarkan kesepakatan penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) 2020
Pernyataan ini sekaligus menolak usulan Ankara untuk melindungi dan mengelola bandara Kabul setelah pasukan NATO yang dipimpin AS pergi dari negara itu.
"Dalam 20 tahun terakhir Turki bagian dari pasukan NATO, jadi mereka juga harus mundur dari Afghanistan berdasarkan Kesepakatan yang kami tanda tangani dengan AS pada 29 Februari 2020," kata Suhail Shaheen, Kamis (10/6).
"Jika tidak, Turki negara Islam yang besar, Afghanistan memiliki hubungan sejarah dengannya, kami berharap memiliki hubungan erat dan baik dengan mereka sebagai pemerintah Islam yang baru yang berdiri di masa depan," tambahnya.
Perkembangan ini menimbulkan pertanyaan serius bagi AS, negara-negara lain dan organisasi internasional yang memiliki misi di Kabul. Bagaimana caranya evakuasi personel mereka dengan aman saat ada pertempuran di Kabul.
Penolakan Taliban menghancurkan harapan Ankara untuk memperbaiki hubungan dengan Washington lewat pengamanan bandara Kabul. Gagasan ini dijadwalkan dibahas dalam pertemuan antara Presiden AS Joe Biden dan Presiden Turki Tayyep Erdogan Senin (14/6) mendatang.
Hubungan Turki dan AS memburuk setelah Ankara membeli sistem pertahanan Rusia.
Departemen Luar Negeri AS dan Kementerian Luar Negeri Turki belum menanggapi permintaan komentar Taliban ini. Pada Kamis kemarin Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin bertemu dengan Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar.
Pentagon mengatakan mereka 'membahas kerja sama bilateral dan isu-isu kawasan'. Dalam pernyataan tersebut Departemen Pertahanan AS tidak menyebutkan Afghanistan secara spesifik.