REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden ke-5 Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri, menyebutkan, pemimpin strategik bukanlah sosok yang suka melakukan pencitraan semata. Namun, harus yang bersedia turun ke bawah dan langsung bersentuhan dengan rakyat kecil.
"Kepemimpinan strategik tidak bisa berdiri atas dasar pencitraan," kata Megawati saat menyampaikan orasi ilmiah pengukuhan gelar Profesor Kehormatan (Guru Besar Tidak Tetap) Ilmu Pertahanan bidang Kepemimpinan Strategik dari Universitas Pertahanan (Unhan) RI, di Kampus Unhan, Sentul, Bogor Jawa Barat, Jumat (11/6).
Megawati mengutip pernyataan Jim Collins, kepemimpinan strategik merupakan kepemimpinan yang membangun organisasi, yang jauh lebih penting ketimbang sekadar popularitas diri. Sebaliknya, kepemimpinan strategik memerlukan kerja turun ke bawah, dan langsung bersentuhan dengan rakyat bawah atau wong cilik.
"Sebab ukuran kemajuan suatu bangsa, parameter ideologis justru diambil dari kemampuan negara di dalam mengangkat nasib rakyat yang paling miskin dan terpinggirkan," kata Megawati dalam siaran persnya.
Itulah tanggung jawab etik dan moral terbesar seorang pemimpin; menghadirkan terciptanya keadilan sosial, katanya.Megawati mengajak kritik dan otokritik dilakukan agar hakekat kepemimpinan strategik bagi bangsa dan negara dipahami esensi dan implementasinya.
"Saya mengajak seluruh elemen bangsa, khususnya para pemimpin di jajaran pemerintahan negara, baik pusat maupun daerah, Pimpinan partai politik, TNI, Polri, dan seluruh aparatur sipil negarauntuk mengambil hikmah terbesar tentang makna kepemimpinan strategik yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat," kata Ketua Umum PDI Perjuangan ini.