REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir meminta para anggota DPR dan elite partai politik untuk menunjukkan komitmen kebangsaan yang tinggi. Dengan bersatu menolak penerapan PPN di bidang pendidikan sebagai wujud komitmen pada Pancasila, UUD 1945, nilai-nilai luhur bangsa, persatuan, dan masa depan pendidikan Indonesia.
"Lupakan polarisasi politik dan kepentingan politik lainnya demi menyelamatkan pendidikan Indonesia yang saat ini sarat beban, sekaligus menyalematkan Indonesia dari ideologi liberalisme dan kapitalisme yang mendistorsi konstitusi, Pancasila, dan nilai luhur keindonesiaan," kata dia kepada Republika.co.id, Jumat (11/6).
PP Muhammadiyah sendiri dengan tegas menolak dan sangat berkeberatan atas rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk bidang pendidikan sebagaimana draf Rancangan Undang-Undang Revisi UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Haedar menyampaikan, pemerintah termasuk Kementerian Keuangan dan DPR semestinya mendukung dan memberi kemudahan bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) khususnya ormas Islam yang menaungi banyak lembaga pendidikan. Dia mengingatkan, ormas telah menyelenggarakan pendidikan secara sukarela dan berdasarkan semangat pengabdian untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Pemerintah dan DPR mestinya tidak memberatkan organisasi kemasyarakatan penggerak pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola masyarakat dengan perpajakan yang nantinya akan mematikan lembaga-lembaga pendidikan yang selama ini banyak membantu rakyat kecil," tuturnya.
Haedar mengingatkan, ormas ikut meringankan beban pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan yang belum sepenuhnya merata. Di sisi lain, pemerintah berkewajiban penuh menyelenggarakan pendidikan dan kebudayaan bagi seluruh rakyat sebagaimana perintah konstitusi. "Jika tidak menunaikannya secara optimal sama dengan mengabaikan konstitusi," ucapnya.
Haedar juga khawatir, jika kebijakan PPN itu dipaksakan, yang akan mendominasi penyelenggaraan pendidikan adalah para pemilik modal. Dampaknya, pendidikan menjadi elitis dan semakin mahal karena menjadi ladang bisnis layaknya perusahaan.