REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengatakan, sejak merdeka hingga kini, Indonesia belum menemukan sosok yang bisa menjadi panutan dalam pemberantasan korupsi. Pernyataan ini menanggapi polemik pemberantasan korupsi yang hingga kini masih terus berlangsung.
"Kita berdoa saja sampai tiga tahun ke depan, karena itu cara dari yang paling tinggi (berdoa kepada Tuhan) agar bisa ada pemimpin yang jadi role model pemberantasan korupsi di Indonesia," ujar Saut dalam diskusi daring, Jumat (11/6).
Saut menegaskan, meskipun belum menemukan sosok yang menjadi panutan, masyarakat tidak boleh berhenti melawan bila ada pelemahan dalam pemberantasan korupsi. Saut pun turut mendukung upaya Indonesia Corruption Watch (ICW) yang melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri atas dugaan gratifikasi penggunaan helikopter untuk perjalanan pribadi ke Bareskrim Polri serta Dewan Pengawas KPK. Meskipun, laporan ICW ke Bareskrim langsung ditolak oleh Kabareskrim.
"Kita tidak boleh berhenti melawan. Jangan pernah berhenti di Bareskrim dan Dewas KPK, Kejaksaan juga bisa, ada Sub Direktorat Korupsi juga kan di sana," tegas Saut.
Saat ini, sambung Saut, tugas anak bangsa adalah menyiapkan calon pemimpin yang memiliki integritas serta komitmen dalam pemberantasan korupsi. Karena, menurut Saut, pemimpin yang memiliki rekam jejak yang baik pun seringkali diikat kakinya oleh penguasa di jagad politik.
Perihal 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan lantaran tidak lolos dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), dia meminta, para pegawai itu untuk tetap semangat di sisa waktu mereka menjabat di lembaga antirasuah.
Saut menilai, 75 pegawai KPK masih dimungkinkan untuk diangkat menjadi ASN melalui Keputusan Presiden (Keppres) yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Kalau sekarang tidak bisa ya Presiden selanjutnya aja," ujar Saut.
Hadir dalam kesempatan yang sama, Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo memandang penolakan laporan yang dilakukan Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto adalah tindakan yang tidak profesional. Seharusnya, sebagai penegak hukum mencermati terlebih dulu yang dilayangkan oleh pelapor.
"Padahal itu kan laporan tindak pidana dugaan gratifikasi. Ini tentu bukan tindak profesional, sebagai penegak hukum harusnya menelaah dulu. Apalagi kalau laporan sudah dilengkapi beberapa petunjuk yang luas atas dugaan tindak pidana, " ujar Adnan.