REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir menyampaikan pesan moral kepada seluruh warga Indonesia untuk tidak berpecah belah dalam merespons isu Palestina. Dia pun mewanti-wanti agar tidak simpatik terhadap Israel, khususnya para elit politik.
"Saya hanya menyampaikan suara moral saja bahwa Ini problem kemanusiaan global sebenarnya, selain politik. Karena itu warga bangsa Indonesia jangan terpecah soal Palestina ini, termasuk bagi mereka yang lupa sejarah dengan ada simpatik pada Israel. Apalagi kalau itu menjangkiti elit," ujar Haedar saat sambutan dalam pengajian umum PP Muhammadiyah dengan tema “Solusi komprehensif Masalah Israel-Palestina”, Jumat (11/6) malam.
Dia mengatakan, siapapun yang lupa sejarah harus membaca kembali spirit bangsa. Menurut dia, boleh saja terbawa arus suasana politik primordial, tapi jangan sampai kemudian menjadi pro Israel dan anti-Palestina.
"Karena ini adalah titik ketika kita begitu menderita pajang akibat penjajahan," ucapnya.
Bagi keluarga besar Muhammadiyah, menurut dia, perjalanan Palestina sebagai bangsa sudah sangat panjang. Bahkan, menurut dia, sejak abad ke-12 SM bangsa Yunani sudah mengenal bangsa Palestina, yang disebut dengan Filistin. Kemudian, pada abad ke-2 SM bangsa Romawi juga mengenal istilah Siria Palaestina.
"Bangsa ini tentu punya eksistensi yang panjang biarpun dalam perjalanan sejarahnya selalu menjadi bangsa taklukan sejak Babilonia, Yunani, Romawi sampai Arab," kata Haedar.
Dia mengatakan, bagi kaum Muslimin Palestina juga bukan sekadar sebuah bangsa dan jazirah, tapi ada sejarah teologis yang kental. Karena, di sana ada Masjid al Aqsa. Menurut Haedar, bagi umat Islam masjid tersebut lekat dengan kota suci bahkan diabadikan dalam surat Al-Isra'.
"Maka tidak salah kalau kaum Muslimin ada rasa keterkaitan dengan jazirah Palestina. Karena di situ ada masjid, kota suci sebenarnya. Dan punya sejarah Isra’ dan Mi’raj nabi," jelas Haedar.