REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Agung Sasongko, Elba Damhuri
Wacana pajak atas barang-barang kebutuhan pokok sedang ramai diperbincangkan di Indonesia. Pemerintah sedang menyiapkan RUU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang menyinggung pajak barang-barang pokok dan pertanian.
Dalam kondisi ekonomi yang sedang turun karena pandemi Covid-19 dan resesi ini, rencana pengenaan pajak barang seperti tertera dalam RUU KUP jelas mendapat kritik dan sorotan tajam.
Sejumlah intelektual Muslim memberikan pandangan penting soal pajak, yang beberapa teorinya dipakai banyak pemimpin dunia hingga saat ini. Pemikiran intelektual Muslim ini juga telah menginspirasi dan mempengaruhi banyak ilmuwan di Barat termasuk ekonom-ekonom ternama dunia.
Sebetulnya, bagaimana konsep pajak yang ideal? Tentu, sulit menjawabnya. Namun, melihat konsep pajak Ibnu Khaldun yang disampaikan dalam buku spektakulernya, Muqadimmah, tentu memberikan nuansa lain tentang arti penting pajak.
Konsep dasar pajak menurut Ibnu Khaldun, pengenaan tarif pajak dibuat rendah agar ekonomi bisa bergerak bagus dan kehidupan sosial politik negara menjadi stabil serta kuat.
Pajak yang tinggi --apalagi melampaui kemampuan warga-- sangat berbahaya bagi tingkat produktivitas warga. Ujungnya, pajak yang tinggi dan luas akan berdampak buruk terhadap kegiatan ekonomi.
Ibnu Khaldun menilai pada masa ekonomi bagus, pendapatan negara dari pajak bertambah tinggi dengan tarif pajak rendah. Sebaliknya, di masa ekonomi sulit, pendapatan negara dari pajak tetap rendah meski tarif pajak dibuat tinggi.