Ahad 13 Jun 2021 11:17 WIB

G7 Inisiasi Skema Pembangunan Infrastruktur Saingi China

G7 coba tawarkan alternatif bagi pengaruh China yang semakin besar.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Indira Rezkisari
Pemimpin G7 berpose untuk foto bersama menghadap pantai di Carbis Bay Hotel di Carbis Bay, St. Ives, Cornwall, Inggris, Jumat, 11 Juni 2021. Pemimpin dari kiri, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Presiden Dewan Eropa Charles Michel, Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Perdana Menteri Italia Mario Draghi, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Kanselir Jerman Angela Merkel.
Foto: AP Photo/Patrick Semansky, Pool
Pemimpin G7 berpose untuk foto bersama menghadap pantai di Carbis Bay Hotel di Carbis Bay, St. Ives, Cornwall, Inggris, Jumat, 11 Juni 2021. Pemimpin dari kiri, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Presiden Dewan Eropa Charles Michel, Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Perdana Menteri Italia Mario Draghi, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Kanselir Jerman Angela Merkel.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Negara-negara kaya yang tergabung dalam kelompok G7 pada Sabtu (12/6) menginisiasi sebuah rencana infrastruktur yang dapat menyaingi skema Belt and Road Initiative (BRI), yang diusung oleh Presiden China, Xi Jinping. Negara kelompok G7 sepakat untuk mengusung inisiatif Build Back Better World (B3W), sebagai langkah untuk menghadapi kebangkitan ekonomi dan militer China selama 40 tahun terakhir.

Skema B3W akan memberikan kemitraan infrastruktur yang transparan senilai 40 triliun dolar AS pada 2035. Gedung Putih mengatakan, G7 dan sekutunya akan menggunakan inisiatif B3W untuk memobilisasi modal sektor swasta di berbagai bidang seperti iklim, kesehatan dan keamanan kesehatan, teknologi digital, serta kesetaraan dan kesetaraan gender.

Baca Juga

"Ini bukan hanya tentang menghadapi atau menghadapi China," kata seorang pejabat senior dalam pemerintahan Biden.  "Tapi sampai sekarang kami belum menawarkan alternatif positif yang mencerminkan nilai-nilai kami, standar kami dan cara kami melakukan bisnis," ujar pejabat tersebut menambahkan.

Amerika Serikat (AS) mengatakan ada konsensus G7 mengenai perlunya pendekatan bersama ke China, terkait perdagangan dan hak asasi manusia. Para pemimpin G7 yang terdiri dari AS Kanada, Inggris, Jerman, Italia, Prancis, dan Jepang ingin menunjukkan kepada dunia bahwa, negara-negara demokrasi terkaya dapat menawarkan alternatif bagi pengaruh China yang semakin besar.

Kebangkitan China sebagai kekuatan global terkemuka dianggap sebagai salah satu peristiwa geopolitik paling signifikan. Pada 1979 China memiliki ekonomi yang lebih kecil dari Italia. China bangkit menjadi negara dengan ekonomi terbesar kedua dunia dan pemimpin global dalam teknologi baru, setelah membuka investasi asing dan memperkenalkan reformasi pasar.

Menurut database Refinitiv, pada pertengahan tahun lalu, BRI mencatat lebih dari 2.600 proyek senilai 3,7 triliun dolar AS. Kementerian Luar Negeri China mengatakan, Juni lalu sekitar 20 persen proyek pembanguna infrastruktur di bawah skema BRI telah terkena dampak pandemi Covid-19. Sebagai bagian dari rencana G7, AS akan bekerja dengan Kongres untuk melengkapi pembiayaan pembangunan, dan secara kolektif mengkatalisasi ratusan miliar dolar investasi ke sektor infrastruktur.

Skema BRI diluncurkan oleh Xi pada 2013. Skema ini melibatkan inisiatif pembangunan dan investasi yang akan membentang dari Asia hingga Eropa dan sekitarnya. Lebih dari 100 negara telah menandatangani perjanjian dengan China untuk bekerja sama dalam proyek-proyek BRI seperti pembangunan jalur kereta api, pelabuhan, jalan raya, dan infrastruktur lainnya.

BRI merupakan inisiatif Xi untuk membuat versi modern dari rute perdagangan Jalur Sutra kuno yang menghubungkan China dengan Asia, Eropa dan sekitarnya. Para kritikus menilai skema ini merupakan kendaraan untuk ekspansi Komunis China, dilansir dari Reuters.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement