Ahad 13 Jun 2021 11:26 WIB

ESDM Ajak Anak Muda Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya

Anak muda akan dibekali ilmu dan pengalaman komersial tekait pembangkit listrik

Red: Gita Amanda
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (EDSM), Jakarta, Rabu (24/3/2021). Kementerian ESDM hingga Maret 2021 telah membangun sebanyak 193 unit PLTS atap gedung, sementara sepanjang 2021-2030 pemerintah juga menargetkan pembangunan PLTS dengan kapasitas sebesar 5,432 Mega Watt untuk menurunkan emisi hingga 7,96 juta ton karbondioksida.
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (EDSM), Jakarta, Rabu (24/3/2021). Kementerian ESDM hingga Maret 2021 telah membangun sebanyak 193 unit PLTS atap gedung, sementara sepanjang 2021-2030 pemerintah juga menargetkan pembangunan PLTS dengan kapasitas sebesar 5,432 Mega Watt untuk menurunkan emisi hingga 7,96 juta ton karbondioksida.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Society Renewable Energy (SRE) mengajak generasi muda untuk menjadi aktivis energi bersih. Ini dilakukan dalam rangka mempercepat pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) khususnya energi surya.

Melalui webinar series bertajuk Gerakan Insiatif Listrik Tenaga Surya, para anak muda akan dibekali ilmu dan pengalaman teknis-komersial tekait pembangkit listrik tenaga surya atap, atau solar rooftop. Webinar ini diadakan setiap Jumat sore, mulai 11 Juni 2021 dengan topik pembahasan yang dapat dilihat di media sosial instagram @kesdm. Nantinya, para anak muda tersebut diharapkan dapat aktif mendorong pemanfaatan solar rooftop di Indonesia.

"Dengan berbagai challenge saat ini, realisasi pemanfaatan EBT sekitar 11 persen. Sesuai Kebijakan Energi Nasional, ditargetkan meningkat menjadi 23 persen tahun 2025. Di sisi lain, dari total potensi EBT sekitar 400 Giga Watt, 50 persen diantaranya atau yang terbesar adalah solar energy. Ini peluang bagi generasi muda untuk ikut aktif mempercepat pemanfaatan solar rooftop Indonesia," ungkap Ariana Soemanto, Koordinator Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian ESDM pada webinar series yang pertama tersebut, Jumat (11/6), dalam siaran persnya.

Webinar series ini mengajak generasi muda menjadi aktivis energi bersih. "Pertama, pelajari ilmunya. Di webinar series kita belajar A to Z tentang PLTS, mencakup antara lain kebijakan, komponen dan pemasangan PLTS atap, perhitungan keekonomian, penghematan dan komersialisasi. Para peserta diharapkan ikut mulai dari webinar pertama hingga keempat setiap Jumat sore," lanjut Ariana.

Setelah ikut webinar series, peserta yang potensial juga dapat diberikan pelatihan lebih lanjut. Selanjutnya, setelah ilmunya dikuasai, para peserta tersebut diharapkan dapat mengimplementasikan ilmunya dengan melakukan approach dan kerja sama ke potential market agar melakukan pemasangan solar rooftop. "Nanti kita lakukan pendampingan lebih lanjut, termasuk networkingnya," tambahnya.

Webinar pertama, Jumat sore,menghadirkan 2 Narasumber Ahli yang membahas "The Challenges of PV instalments: Case Study for Solar Rooftop PV", yaitu Dr. Ing Eko Adhi Setiawan, Direktur Tropical Renewable Energy Center Fakultas Teknik Universitas Indonesia, dan yang kedua Ir. Linus Andor Mulana Sijabat, IPU. FIRSE, Direktur Strategi Bisnis dan Portofolio PT Len Industri (Persero).

Eko menyampaikan bahwa sektor energi menjadi wadah inovasi yang tepat bagi generasi muda. Langkah ini terus didorong dalam upaya meningkatkan pemahaman teknis, finansial, dan pengalaman dalam mengembangkan bisnis di sektor EBT terumata energi surya. "Justru sekarang ini semua sedang bergeliat, yang utility company sedang berpikir bagaimana bisa bertahan bisa bermain sektor energi ke depan dengan teknologi yang membuat (harga) murah. Pengalaman berpikir dan beinovasi akan mandek jika tidak mengembangkan dari sekarang," ungkapnya.

Berdasarkan penelitian Eko, Vietnam menjadi contoh bagus dalam mendorong masifnya industri panel surya. Pengembangan PV Surya skala utilitas telah diberikan fleksibilitas untuk memobilisasi pendanaan dari semua sumber, termasuk pendanaan asing dan telah dibebaskan dari pajak penghasilan selama empat tahun pertama hingga mengizinkan sektor swasta membangun di jalur transmisi.

"Pendorong pengembangan ini bukan dalam konteks teknologi, tapi kebijakan yang menarik (bagi investor). Mereka tidak mempermasalahkan local content," katanya.

Pada kesempatan yang sama, Linus menguraikan secara teknis perbandingan tarif solar PV yang kian kompetitif dari tahun ke tahun. Bahkan ia memprediksi dalam lima tahun mendatang 20 persen dari pembangkit yang ada, berasal dari tenaga surya.

"Tahun 2015, tarif (PV) dari IPP sekitar 25 sen per kWh, sekarang orang banyak bisa jual di 6 sen per kWh. Makanya, kalau pakai PV turunnya bisa drastis," urainya.

Pembangkit dari tenaga surya atap, sambung Linus, juga mampu menekan emisi. Linus juga memperhitungkan bagaimana PLTS Atap mampu membuat tagihan listrik lebih hemat.

"Kalau pasang 1 kW butuh atap enam meter persegi bisa menghemat Rp 2,6 juta per tahun," katanya.

Webinar yang kedua hingga keempat akan dilanjutkan minggu depan setiap Jumat sore, dengan Narasumber ahli dan materi pembahasan lebih teknis praktis yang saling melengkapi. Untuk informasi lebih lanjut ikuti terus media sosial Instagram @kesdm. (AS)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement