Senin 14 Jun 2021 14:24 WIB

Kedubes China Singgung G7 Lakukan Campur Tangan

G7 menyinggung China atas hak asasi manusia di wilayah Xinjiang

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Pemimpin G7 berpose untuk foto bersama menghadap pantai di Carbis Bay Hotel di Carbis Bay, St. Ives, Cornwall, Inggris, Jumat, 11 Juni 2021. Pemimpin dari kiri, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Presiden Dewan Eropa Charles Michel, Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Perdana Menteri Italia Mario Draghi, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Kanselir Jerman Angela Merkel.
Foto: AP Photo/Patrick Semansky, Pool
Pemimpin G7 berpose untuk foto bersama menghadap pantai di Carbis Bay Hotel di Carbis Bay, St. Ives, Cornwall, Inggris, Jumat, 11 Juni 2021. Pemimpin dari kiri, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Presiden Dewan Eropa Charles Michel, Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Perdana Menteri Italia Mario Draghi, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Kanselir Jerman Angela Merkel.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Kedutaan Besar China di Inggris mengecam pernyataan bersama oleh para pemimpin Kelompok Tujuh (G7), Senin (14/6). Beijing menilai pernyataan bersama itu sebagai campur tangan besar dalam urusan internal negara itu dan mendesak kelompok itu untuk berhenti melakukan fitnah.

Dalam pernyataan tersebut, Kedutaan Besar China yang bertempat di London ini meminta G7 harus berbuat lebih banyak yang kondusif. Upaya ini untuk mempromosikan kerja sama internasional ketimbang menciptakan konfrontasi dan gesekan secara artifisial.

Baca Juga

"Kami akan mempromosikan nilai-nilai kami, termasuk dengan menyerukan China untuk menghormati hak asasi manusia dan kebebasan fundamental, terutama terkait dengan Xinjiang dan hak-hak, kebebasan dan otonomi tingkat tinggi untuk Hong Kong yang diabadikan dalam Deklarasi Bersama China-Inggris," ujar pernyataan G7.

Sehari sebelumnya, para pemimpin G7 yang melakukan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) menyinggung China atas hak asasi manusia di wilayah Xinjiang. Aliansi ini pun menyerukan agar Hong Kong menjaga otonomi tingkat tinggi dan menuntut penyelidikan penuh dan menyeluruh tentang asal-usul virus corona di China.

"Kami belum memiliki akses ke laboratorium," kata Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden.

Para pemimpin mengeluarkan komunike akhir yang sangat kritis yang menyelidiki beberapa masalah paling sensitif, termasuk juga Taiwan. Kebangkitan kembali China sebagai kekuatan global terkemuka dianggap sebagai salah satu peristiwa geopolitik paling signifikan akhir-akhir ini, di samping jatuhnya Uni Soviet pada 1991 yang mengakhiri Perang Dingin.

G7 juga menggarisbawahi pentingnya perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan dan mendorong penyelesaian masalah lintas-Selat secara damai. "Kami tetap sangat prihatin dengan situasi di Laut China Timur dan Selatan dan sangat menentang setiap upaya sepihak untuk mengubah status quo dan meningkatkan ketegangan," kata kelompok yang terdiri dari Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Prancis, Inggris, Italia, dan Kanada itu.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement