REPUBLIKA.CO.ID, ALJIR -- Aljazair mencabut akreditasi kantor berita France 24. Kementerian Komunikasi Aljazair pada Ahad (13/6) mengatakan pencabutan dilakukan sehari setelah pemilihan parlemen di negara bekas jajahan Prancis itu.
"Langkah itu karena permusuhan yang jelas dan berulang dari saluran berita satelit terhadap negara kita dan lembaga-lembaganya," kata juru bicara pemerintah Ammar Belhimer dalam kutipan yang dilaporkan oleh kantor berita negara APS.
Belhimer juga menuduh France 24 gagal menghormati aturan dan etika jurnalistik. Selain itu, Prancis telah melakukan praktik disinformasi dan manipulasi.
Dalam sebuah pernyataan pada Ahad, France 24 mengaku terkejut dengan pencabutan akreditasi tersebut. Pihak France 24 tidak menerima penjelasan apapun atas tindakan pemerintah Aljazair itu.
"Kami meliput berita Aljazair secara transparan, independen, dan jujur," ujar pernyataan France 24.
Hingga berita ini diturunkan, pemerintah Prancis belum memberikan tanggapan atas pencabutan akreditasi kantor berita milik negara tersebut. Pencabutan akreditasi France 24 terjadi sehari setelah negara Aljazair mengadakan pemilihan legislatif. Menurut angka resmi, hampir 70 persen pemilih abstain.
Pencabutan akreditasi terhadap France 24 juga dilakukan di tengah penangkapan jurnalis dan tokoh oposisi. Wartawan independen Khaled Drareni dan Direktur stasiun radio pro-reformasi, Ihsane El-Kadi, termasuk di antara tujuh orang yang ditangkap pada Kamis (10/6) lalu.
Jurnalis asing maupun lokal di Aljazair sering menghadapi birokrasi dan prosedur rumit untuk mendapatkan izin bekerja. Reporters Without Borders (RSF) memberi peringkat Aljazair 146 dari 180 negara dan wilayah dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia 2020. Ranking Aljazair turun 27 peringkat dari 2015.