Senin 14 Jun 2021 17:11 WIB

Industri Sawit Minta Kepastian Revisi Pungutan Ekspor

Industri sawit meminta rencana perubahan tarif pungutan ekspor segera direalisasikan

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petani merawat bibit kelapa sawit di Desa Bunde, Kecamatan Sampaga, Mamuju, Sulawesi Barat. Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menunggu keputusan pemerintah terkait Pungutan Ekspor (PE) yang  rencananya akan direvisi. Keputusan tersebut perlu cepat diambil demi menghindari aksi spekulasi dan profit taking yang akan berdampak kepada industri serta petani sawit.
Foto: Antara/Akbar Tado
Petani merawat bibit kelapa sawit di Desa Bunde, Kecamatan Sampaga, Mamuju, Sulawesi Barat. Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menunggu keputusan pemerintah terkait Pungutan Ekspor (PE) yang rencananya akan direvisi. Keputusan tersebut perlu cepat diambil demi menghindari aksi spekulasi dan profit taking yang akan berdampak kepada industri serta petani sawit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menunggu keputusan pemerintah terkait Pungutan Ekspor (PE) yang  rencananya akan direvisi. Keputusan tersebut perlu cepat diambil demi menghindari aksi spekulasi dan profit taking yang akan berdampak kepada industri serta petani sawit.

“GIMNI menyambut baik apa pun keputusan final dari pemerintah karena sudah mempertimbangkan seluruh masukan dari pelaku industri kelapa sawit kita, baik dari sisi hulu perkebunan dan indstri hilir, “ kata Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Bernard Riedo, Senin (14/6).  

Bernard menambahkan, sebaiknya rencana perubahan tarif pungutan ekspor segera direalisasikan agar memberikan kepastian kepada pelaku pasar.  Tujuannya  untuk menghindari aksi spekulasi dan ambil posisi dalam transaksi jual beli yang bisa  berdampak negatif pada harga.  

Sejak disampaikan adanya rencana perubahan tarif pungutan, harga cenderung menunjukan tren penurunan karena permintaan CPO khususnya ekspor menurun. Salah satu faktornya karena pelaku pasar menunggu revisi tarif PE yang rencananya lebih rendah.