REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan satu orang tersangka kasus pengadaan tanah di Munjul, Cipayung, Jakarta Timur. KPK menetapkan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar (RHI) sebagai tersangka sebagaimana surat perintah penyidikan pada 28 Mei 2021.
"Setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup, KPK kembali menetapkan satu orang tersangka, yaitu RHI," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi virtual, Senin (14/6).
Lili mengatakan, tim penyidik telah memanggil secara patut terhadap tersangka RHI dan yang bersangkutan mengonfirmasi melalui surat tidak bisa hadir dengan alasan sakit dan meminta untuk dilakukan penjadwalan ulang. Lili melanjutkan, KPK mengimbau dan mengingatkan yang bersangkutan untuk kooperatif hadir pada penjadwalan pemanggilan ulang selanjutnya.
Lili mengatakan, tim penyidik KPK melakukan upaya paksa penahanan pada tersangka selama 20 hari pertama terhitung mulai 14 Juni sampai dengan 3 Juli untuk kepentingan proses penyidikan. Dia melanjutkan, tersangka akan ditempatkan di Rutan KPK, Gedung Merah Putih.
"Tersangka akan lebih dulu dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari di Rutan KPK Kavling C1 sebagai langkah mengantisipasi penyebaran Covid-19 di dalam lingkungan Rutan KPK," katanya.
KPK sebelumnya telah menetapkan tiga tersangka lainnya, yaitu mantan dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles (YRC), Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian (TA), korporasi PT Adonara Propertindo (AP), dan Wakil direktur PT AP, Anja Runtuwene (AR).
Pelaksana harian (Plh) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers pada Kamis (27/5) lalu menyatakan, perbuatan melawan hukum tersebut, yaitu, pertama, tidak adanya kajian kelayakan terhadap objek tanah. Kedua, tidak dilakukannya kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait.
Ketiga, beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara backdate. Keempat, diduga ada kesepakatan harga awal antara pihak Anja Runtuwene dan PDPSJ sebelum proses negosiasi dilakukan.
Atas perbuatan para tersangka tersebut, KPK menduga ada kerugian keuangan negara Rp 152,5 miliar. Sementara itu, kasus itu berawal saat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana Jaya (PDPSJ) yang bergerak dalam bidang properti tanah dan bangunan mencari tanah di wilayah Jakarta yang akan dijadikan unit bisnis ataupun bank tanah.
Salah satu perusahaan yang bekerja sama dengan PDPSJ dalam hal pengadaan tanah, di antaranya adalah PT Adonara Propertindo (AP) yang kegiatan usahanya bergerak dalam bidang properti tanah dan bangunan. Pada 8 April 2019, disepakati dilakukannya penandatanganan pengikatan akta perjanjian jual beli di hadapan notaris yang berlangsung di kantor PDPSJ antara pihak pembeli, yaitu Yoory Corneles, dan pihak penjual, yaitu Anja Runtuwene.
Selanjutnya, pada waktu yang sama tersebut juga langsung dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekira Rp 108,9 miliar ke rekening bank milik Anja pada Bank DKI. Berselang beberapa waktu kemudian, atas perintah Yoory dilakukan pembayaran oleh PDPSJ kepada Anja Rp 43,5 miliar.